Friday, August 26, 2011

Respon untuk Tulisan Sdr. Doni Usman : Tuhan Bangkit dari kubur, Saksinya pasti bukan Tuhan.


oleh Juan Mahaganti pada 19 Agustus 2009 jam 15:18

Tulisan yang bagus dari Saudara Doni dengan judul menantang yang tampaknya logis. Ya!! Masa Tuhan kok mati lalu bangkit! Saksinya pasti bukan Tuhan, wong Dia sedang bangkit. Tetapi cara berpikir yang seakan-akan logis ini saya katakana hanya bisa dinaggap logis jika kita mengenakannya kepada manusia. Ya, tentu saja, Juan tidak bisa menjadi saksi sebuah kasus pembunuhan atas dirinya. Jika anda pernah membaca sebuah Koran yang melaporkan bahwa sang korban pembunuhan menjadi saksi kasus pembunuhannya, itu pasti Koran yang memberitakan berita bohong Tetapi bisakah kita memperlakukan ini bagi pribadi Tuhan? Seakan Tuhan sama terbatasnya seperti kita yang terkurung dalam dimensi ruang dan waktu? Apakah Tuhan hanya bisa berada dalam ruang yang sama dalam waktu yang berbeda? Untuk menjawabnya, saya ingin mengutip nukilan dari buku karya C. S. Lewis, “Mere Christianity.”
Hidup datang kepada kita, moment demi moment. Satu moment pergi sebelum yang lainnya muncul: dan ada ruang yang kecil untuk masing-masing moment. Seperti itulah waktu itu. Dan tentu saja anda dan saya cenderung menanggap bahwa rangkaian waktu ini –pengaturan masa lalu, sekarang dan masa depan ini – bukanlah sekedar cara hidup kita tetapi sedemikianlah pula semua hal yang pernah ada. Kita cenderung berasumsi bahwa seluruh alam semesta dan Tuhan sendiri selalu bergerak dari masa lalu ke masa depan sebagaimana kita Tetapi banyak orang terpelajar tidak setuju dengan hal itu. Adalah para teolog yang pertama-tama mucnul dengan ide bahwa beberapa hal (benda) sama sekali tidak terikat dengan waktu… Kemudian para filsuf mengambil ide ini ; dan sekarang beberapa ilmuwan memikirkan hal yang sama.

Hampir pasti bahwa Tuhan tidak didalam waktu. HidupNya tidak dalam moment yang saling mengikuti satu dengan yang lain. Jika satu juta orang berdoa pada malam ini jam setengah sebelas, Dia tidak mendengarkan semuanya dalam satu kepingan moment kecil yag kita sebut “setengah sebelas.” Setangah sebelas dan semua moment lainnya adalah selalu “sekarang “ bagiNya…. Memang sulit dimengerti, aku tahu. Biarkan aku mencoba memberi sesuatu yang tidak mirip tetapi sedikit sama. Umpamakan aku sedang menulis novel. Aku menulis “Mary meletakan pekerjaannya; sesaat kemudian terdengar ketukan pintu.” Untuk Mary yang harus hidup dalam waktu khayalan dala kisahku, tidak ada jeda antara meletakan pekerjaannya dengan mendengarkan ketukan. Tetapi saya, yang adalah pencipta Mary, tidak hidup sama sekali dalam waktu khayalan ini. Diantara menulis setengah kalimat diatas, dan setengah kalimat berikutnya, aku mungkin duduk selama setengah jam dan tetap berpikir tentang Mary, Aku bisa berpikir tentang Mary… selama yang aku mau, dan waktu yang aku lewati… tidak akan muncul dalam waktu Mary.

Tentu ini bukan ilustrasi yang sempurna ,,, tetapi akan memberikan sedikit pandangan tentang apa yang saya percayai sebegai kebenaran. Tuhan tidak tergesa-gesa sepanjang jalur waktu sebagaimana pengarang dalam waktu khayalannya. Dia memberikan perhatian tidak berbatas bagi kita semua untuk dia berikan. Engkau sendirian bersama Dia seakan-akan engkaulah satu-satunya makhluk yang diciptakan. Ketika Kristus mati, Dia mati bagimu secara individu sebesar sebagaimana engkaulah satu-satunya manusia di dunia.

Jika engkau membayangkan waktu sebagai garis lurus yang harus kita jalani maka engkau mesti hayalkan Tuhan sebagai keseluruhan halaman dimana garis ini dituliskan. Kita hidup pada bagian baris itu setahap demi setahap; kita harus meninggalkan A di belakang sebelum kita mendapatkan B, dan tidak bisa mendapatkan C sebelum meninggalkan C. Tuhan dari atas atau dari luar, atau keseluruhanya isi dari seluruh garis, dan Dia melihat segalanya.

Ide ini penting untuk dimengerti karena menghilangkan beberapa kesulitan yang muncul dalam KeKristenan. SEbelum saya menjadi Kristen, salah satu keberatan saya adalah ini; Orang Kristen berkata bahwa Allah yang abadi yang ada dimana-mana yang menjaga seluruh alam semesta, suatu saat menjadi manusia. Baiklah, kataku, lalu bagaimana seluruh alam semesta berjalan sementara Dia menjadi seorang bayi, atau ketika Dia tidur? Bagaimaan bisa Dia pada saat yang sama Allah yang tau segalanya tetapi juga seorang manusia yang bertanya kepada murid-Nya “siapa yang menyentuhKu?”
Kamu akan melihat bahwa kekurangan pandangan ini terletak pada kata penunjuk waktu : “ketika Dia masih bayi” – “Bagaimaan Dia bisa pada saat yang sama.” Dengan kata lain saya berasumsi bahwa hidup Kristus sebagai Tuhan, terikat dengan waktu, dan hidupNya sebagai manusia Yesus di Palestina adalah periode singkat yang mengambil sebagian waktuNya – sebagiamana pelayananku dalam ketentaraan mengambil sebagian waktu dari total waktu hidupku. Dan begitulah mungkin cara sebagian besar dari kita dalam memikirkan hal ini. Kita menggambarkan Allah hidup melewati masa ketika hidupNya sebagai manusia, terdapat di masa depan dan datanglah masa sekarang dan menuju ke periode dimana Dia bisa melihat kebelakang sebagai mana sesuatu dimasa lalu. Tetapi ide-ide ini tidak berhubungan dengan fakta yang asli. Anda tidak bisa mencocokan hidup Kristus di bumi dengan pola hubungan waktu dengan hidupNya karena Tuhan melampaui ruang dan waktu.


Kutipan yang panjang, dan saya harap anda mengerti intinya, bahwa tidak ada yang bisa membatasi Tuhan, bahkan ruang dan waktu. Bagaimana bisa kita mengekang kekuasaan kita, bahkan dengan logic kita? Spekulasi kita tentang keterbatasan Tuhan, bahwa Dia tidak mungkin mengambil bentuk menjadi manusia, tidak mungkin Dia tiga pribadi tapi tetap satu Tuhan, tidak mungkin Dia menyaksikan bangkitnya Dia dari kubur, bukankah itu semua membatasi kemahakuasaanNya. Saya tidak mengatakan bahwa Dia mungkin melakukan segalanya, contohnya, Dia tidak mungkin menjadi Iblis, tetapi ada begitu banyak hal yang diluar akal sehat kita yang bisa Dia lakukan, sehingga bagaimana bisa kita membatasi kekuasaanNya dengan akal sehat kita?

No comments: