Friday, August 26, 2011

Logika Humenian, Sikap Anti Mujikzat, dan Sikap anti Trinitas


oleh Juan Mahaganti pada 31 Agustus 2009 jam 8:24
“Petani tua, sepanjang hidupnya hanya melihat ayam, bebek dan sapi. Suatu hari dibawa ke kebun binatang. Dan di kebun binatang dia melihat jerapah. Sama sekali belum pernah dalam pengalamanya dia melihat hal tersebut. Dia menatap jerapah tersebut, dan tiba-tiba menutup matanya dan berteriak : “Tidak ada binatang seperti itu!!” Di depan sebuah keterkejutan, kamu bisa melakukan dua hal, pertama, menyelidiki keterkejutan tersebut, dengan sangat hati-hati, menggunakan teknik yang sama yang engkau gunakan dalam menyelidiki apa pun. Atau, menolak memperluas pengalamanmu dan memaksakan bahwa kejadian tersebut tidak pernah terjadi. Dan orang-orang yang berargumen menentang mujikzat, seperti David Hume dan penganut atheisme… selalu berasumsi bahwa mereka sudah memiliki sebuah struktur yang paten untuk mengerti alam semesta, yang bisa dipercaya, untuk menjabarkan semua kejadian, dan akhirnya ketika kita menemukan sebuah kejadian yang sangat mengejutkan (sangat tidak mungkin), sehingga tidak perlu lagi diselidiki… Ini adalah cara berpikir yang tertutup, yang mana hal ini (argument humenian) tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, filosofis dan yuridis.”


Kutipan diatas saya ambil dari sesi tanya jawab, seminar yang dibawakan oleh John Montgomery berjudul “A Lawyer Examining Case of Christianity” (bisa didownload gratis di site Veritas Forum). Hal yang menarik bahwa semua orang yang menolak untuk menyelidiki keanehan sebuah kejadian, dan percaya sebelum menyelidiki, adalah orang-orang yang terlalu percaya diri dengan prekonsepsi mereka tentang alam semesta, sehingga menolak untuk mengakui sebuah hal yang sebenarnya kelihatan tidak logic. Mereka menolak sebelum menyelidiki, inilah dasar pemikiran ateistik Hume.

Ketika saya berdiskusi dengan beberapa teman tentang “Trinitas” ada hal yang selalu mengganjal, bahwa mereka selalu menolak Trinitas, tanpa dasar sedikitpun selain prekonsepsi mereka bahwa Trinitas tidak logis, dengan dasar, bahwa seakan-akan mereka sudah punya pengertian logika yang bisa dipercaya, yang sudah fix dan tidak bisa dirubah, dan pengertian itu mereka rasa sudah cukup untuk mengerti “nature” Tuhan, sehingga mereka tidak perlu lagi menyelidiki apakah Trinitas benar. Yang mana, sebenarnya prekonsepsi yang sifatnya sama dengan argument Humenian ini. secara filosofis, hal ini tidak bisa dipertanggung jawabkan.

Contohnya, penganut Yahudi. Mereka tidak percaya akan Pluralitas Tuhan, tetapi Tuhan satu (dalam Kristen kita menyebutnya Trinitas). Konsep bahwa Tuhan Jamak tetapi tunggal memang sukar dimengerti, bahkan akan melampui logic kita, sesusah logic kita menerima mujikzat seperti seorang yang lahir dari seorang perawan, atau membangkitkan orang yang sudah mati, atau memberi makan lima ribu orang dengan hanya lima potong roti dan dua ekor ikan. Orang Yahudi, tidak pernah percaya konsep pluralitas Tuhan, tetapi tetap satu Tuhan. Tetapi, kitab suci mereka (yang juga buku yang saya percayai bernama perjanjian lama), me-refer Tuhan sebagai jamak contohnya, Tuhan dalam perjanjian lama menyebut diriNya sebagai, “Kita” (contohnya pada Kejadian 1:26). Kata “Tuhan” dalam bahasa perjanjian lama adalah “Elohiym” ( אלהים) yang adalah bentuk jamak dari kata “Eloahh” (אלוהּ). Jadi ketika dalam Ulangan 6:4, disebut disana : “Tuhan (Elohiym) adalah satu”, ada sebuah keanehan disana, seaneh mujikzat. Ada Tuhan yang jamak, tetapi satu. Tuhan adalah Satu! Tetapi ada tiga pribadi, Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh. Tetapi satu!

Jika kita dihadapkan pada konsep ini, dan mengambil sikap seperti petani tua dalam kutipan diatas. Akan dengan mudah kita menutup mata, dan dengan asumsi Humenian, kita berteriak : “TIdak mungkin Tuhan jamak tetapi satu. Sudah, itu tidak logis, Tuhan tidak mungkin Trinitas!!” Tetapi jika kita merendahkan diri kita, memberi sedikit tempat untuk keinginan mengerti akan “nature” Tuhan yang melampaui pengertian kita, maka kita akan memberi diri kita untuk menyelidiki lebih dalam, melampaui pengertian kita, yang setelah kita mengerti sebenarnya kita tahu bahwa logika kita ternyata masih sangat, sangat dangkal.

No comments: