Saturday, October 29, 2011

Miopia Ekonomi: Kesalahan Kebijakan Ketenagakerjaan di Negeri Ini

Kebijakan ekonomi yang baik adalah yang melihat pengaruh jangka panjang bukan jangka pendek. Kalau ada yang masih ingat buku cetak wajib mata kuliah Makroekonomi jaman kita yang ditulis oleh Samuelson dan Nordhaus, bagian terakhir pada bab pertama menjelaskan tentang kesalahan-kesalahan logika dalam ekonomi (ada yang masih ingat gambar pelican atau kelinci? Ketika dari dekat kita tidak bisa membedakan apa itu gambar burung pelican atau kelinci, setelah sudut pandang dijauhkan dari objek, kita bisa dengan jelas membedakan itu kelinci atau pelican). Ada banyak kesalahan logika berpikir terjadi karena kita hanya melihat pengaruh jangka pendek dan dengan sombong mengambil kesimpulan yang begitu mentah, kadang kala hanya berdasarkan logika kita semata tanpa ada pembuktian ilmiah. Beberapa kesalahan logika tersebut antara lain “fallacy of composition” yaitu bahwa apa yang baik bagi individu bukan bearti baik ketika diterapkan pada banyak orang. Contohnya, seorang petani jagung yang menggunakan pupuk terbaru memperoleh hasil panen tiga kali lipat. Melihat hal ini, pemerintah membagikan pupuk ini bagi semua petani. Hasilnya, hasil panen semua petani meningkat dan karena kelebihan penawaran komoditas jagung, hasilnya harga jagung anjlok dan petani tidak mendapat pendapatan lebih. Contoh lainnya adalah ketika anda memutuskan untuk bangun pagi lebih awal untuk menghindari macet pada saat pergi ke kantor. Usaha anda berhasil, dan keberhasilan anda diketahui oleh semua orang dan semua orang bangun lebih awal untuk pergi kerja. Hasilnya? Macet lagi, karena semua orang keluar pada waktu yang lebih awal secara bersamaan. Kesalahan logika lainnya adalah “luddite fallacy”. Luddite fallacy adalah kesalahan berpikir bahwa ketika teknologi berkembang dan mesin-mesin dipergunakan untuk memproduksi barang, maka pekerja akan disingkirkan sehingga menciptakan pengangguran besar-besaran. Tentu saja sejarah membuktikan bahwa luddite fallacy adalah fallacy (kesalahan). Karena kenyataanya, dalam jangka panjang, teknologi membuat harga produksi per satu barang akan turun jauh, sehingga menciptakan kenaikan permintaan secara besar-besaran untuk barang tersebut, sehingga lebih banyak tenaga kerja dibutuhkan. Bahkan lebih banyak tenaga kerja dibutuhkan untuk membuat teknologi untuk membuat barang tersebut. Dan ada begitu banyak kesalahan berpikir lainnya yang sebenarnya tidak menjadi kesalahan kalau para ekonom punya pandangan yang lebih luas.



Salah satu akibat kesalahan berpikir ini terjadi di bidang saya bekerja, dan tentu saja kita tahu apa penyebab kesalahan ini terjadi: karena terlalu sempitnya cara berpikir. Kesalahan ini menyangkut betapa banyaknya peraturan tenaga kerja yang kita punya di negara kita ini. Kita punya lusinan undang-undang dan peraturan menteri menyangkut masalah ketenaga-kerjaan. Kita punya UU No. 13, 2003, kita punya edaran menteri untuk mengartikannya, kita punya UU Jamsostek, kita punya UU 17. Thn 1987, kita punya PP tentang penggunaan tenaga kerja asing , UMR, Penyelesaian masalah Bipartit, dan yang terbaru UU BPJS dan banyak lagi yang pada intinya mengikat para pengusaha dalam bertindak. Tentu saja pemerintah kita punya dalih untuk melakukan ini. Oh, tentu saja ini untuk melindungi hak pekerja agar mereka jangan ditindas oleh pengusaha yang jahat. Ok. Peraturan yang banyak ini memang untuk melindungi pekerja, sebuah itikad yang sangat baik. Tetapi kita harus sadar bahwa melindungi pekerja dengan mengikat pengusaha dengan berbagai peraturan adalah hal yang baik kalau dilihat secara sempit, tetapi ini adalah kesalahan berpikir, karena jika kita lihat konsekwensi-nya secara LEBIH LUAS, peraturan-peraturan ini adalah hal yang sangat JAHAT, dan bahkan ADALAH ANCAMAN bukan hanya bagi pekerja, TETAPI BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA SECARA KESELURUHAN. Mari kita lihat secara satu persatu apa AKIBAT BURUK peraturan ini.



1. Peraturan tentang Upah Minimum Regional (UMR)

UMR tidak bisa disangkal adalah peraturan yang berasal dari niat baik pemerintah untuk mencegah pengusaha membayar upah terlalu rendah bagi pengusaha. Tetapi disadari atau tidak, ada pekerja yang memang layak digaji dibawah UMR dan mereka pun rela digaji dibawah UMR oleh pengusaha. Tetapi transaksi jual beli jasa ini menjadi illegal dengan adanya UMR. Dan ironisnya, para pekerja yang memang sepantasnya dibayar dibawah UMR ini adalah pekerja tidak terdidik, yang datang dari kalangan kebawah, yang seharusnya dilindungi pemerintah, tetapi mereka menjadi pengangguran oleh karena peraturan pemerintah. Dalam transaksi yang ditentukan pasar, harga atas jasa (bukan atas manusia, tolong dibedakan, ini yang sering kali dipakai oleh para penentang argument saya, bahwa saya menganggap manusia barang dagangan. Bukan harkat dan martabat yang diperjual belikan, tetapi jasa anda!) sekali lagi, jasa anda dihargai berdasarkan negosiasi antara anda dan pengusaha dan harga yang ditetapkan dicapai secara demokratis, damai dan tanpa paksaan. Tetapi dengan adanya UMR, harga anda dipatok, sehingga jika seandainya harga anda jatuh di bawah UMR, transaksi tidak bisa dilaksanakan dan pengusaha, dan pengusaha sebagai agen ekonomi yang logis, akan mengambil keputusan untuk tidak mempekerjakan anda. Yang pengusaha akan lakukan adalah membayar lebih satu orang, untuk pekerjaan yang semestinya dilakukan oleh 2 orang.



Anda bisa berargumen bahwa UMR diciptakan untuk mencegah kemiskinan, tetapi usaha terbaik untuk mencegah kemiskinan adalah dengan menciptakan lapangan kerja. Tanpa pekerjaan kemiskinan akan bertambah. Anda tidak bisa mengharapkan pemerintah untuk mengatasi kemiskinan. TIDAK ADA SATU USAHA PEMERINTAH UNTUK MENGATASI KEMISKINAN YANG TERBUKTI BERHASIL. Ini terjadi di semua negara. Lihat saja di negara kita, setiap tahun angka bantuan pemerintah untuk mengatasi kemiskinan terus meningkat, tetapi angka kemiskinan tetap tidak berubah. Karena triliunan uang pemerintah tersebut adalah pemborosan sia-sia yang menyentuh bidang-bidang yang tidak berguna, dijalankan secara tidak efisien, dan menjadi godaan bagi para pejabat untuk diselewengkan. Usaha pemberantasan kemiskinan yang terbaik adalah dengan cara menciptakan lapangan kerja, apalagi bagi mereka yang belum terlatih. Tetapi UMR membuyarkan hal ini, dan yang tidak terlatih, yang tidak berpendidikan akan selamanya menjadi pengangguran.



Ekonom Thomas Sowell berargumen (dan membuktikannya lewat penelitian ilmiah) bahwa Upah Minimum itu seharsnya adalah 0 (NOL), karena jika pekerja gagal menyelesaikan pekerjaannya maka upahnya adalah 0 (nol). Tetapi UMR menciptakan standar yang terlalu tinggi atas harga jasa tenaga kerja sehingga pengusaha akan sangat berhati-hati mencari tenaga kerja melalui seleksi yang sangat ketat dan membatasi jumlah pekerja yang akan dipakai sehingga pada akhirnya akan menciptakan lebih banyak pengangguran dan pengangguran menciptakan kemiskinan.



2. Tentang tata cara Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Tata cara pemutusan hubungan kerja ini diatur dalam UU. No. 13 Thn. 2003. Kalau anda belum pernah membaca Undang-undang ini, saya sarankan anda melihatnya, demi pengetahuan, dan demi perlindungan anda jika seandainya pengusaha berencana memecat anda. Saya pikir ini adalah undang-undang yang gila. Bayangkan, jika anda ingin memecat karyawan dengan alasan yang tidak terlalu parah, dibutuhkan waktu satu tahun! Bayangkan! Anda pertama harus menerima surat peringatan pertama (SP 1), dan dalam jangka waktu enam bulan, lalu anda bisa diberikan SP2, dan setelah enam bulan berikutnya anda bisa mendapatkan SP 3 dan dipecat. Dan ketika dipecat pun, anda akan menerima begitu banyak uang penggantian yang bahkan cara menghitungnya pun akan sama menyiksanya dengan ketika uang itu diberikan pada karyawan yang dipecat. Tentu saja ada itikad baik pemerintah ketika merancang peraturan ini, tetapi coba kita lihat akibat buruk dari itikad baik ini. Coba bayangkan anda membeli sebuah produk, dan setelah anda membeli produk ini, anda diwajibkan untuk tidak menggatinya dengan produk lain. Dibutuhkan waktu satu tahun sebelum anda berkeinginan untuk mengganti produk ini, dan setelah anda diijinkan mengganti dengan produk yang baru, anda diwajibkan untuk membayar produsen produk yang lama sebesar 50% harga produk lama ketika dibeli. Apa yang akan terjadi dengan permintaan produk ini? Hanya orang gila yang mau membelinya, atau orang yang sangat membutuhkan produk ini. Tetapi itulah kenyataannya di pasar tenaga kerja kita. Sehingga jangan heran para pengusaha akan sangat-sangat selektif untuk memilih karyawan karena mereka diperhadapkan pada keputusan yang sulit setiap kali mereka merekrut karyawan yang baru. Ini bukan saja pelanggaran HAM pengusaha (yang juga adalah manusia), tetapi juga adalah penciptaan pengangguran karena harga jasa seorang pekerja menjadi sangat, sangat, bukan kepalang mahalnya.



Implikasi yang paling buruk adalah implikasi moral. Coba saya jelaskan: Bangsa adalah kumpulan manusia. Jika anda menginginkan bangsa yang berkualitas anda harus menciptakan manusia yang berkualitas. Jika anda menginginkan manusia yang berkualitas, anda membutuhkan manusia yang bertanggung jawab, dan jika anda menginginkan bangsa yang berkualitas, anda harus menciptakan manusia-manusia, rakyat-rakyat yang bertangungjawab, beretos kerja, beretika, bermoral. Bangsa kita adalah bangsa yang melalui pengamatan saya pribadi (saya tidak tahu pengamatan pribadi anda, tetapi saya sudah banyak mendengar mengenai kualitas manusia-manusia kita) adalah bangsa yang kurang berkualitas. Kenapa? Coba saja lihat para pekerjanya. Para pekerja kita ada banyak yang tidak berkualitas, yang bahkan tidak mampu menelaah sebuah prinsip dasar alam semesta “kamu akan tuai apa yang kamu tabur.” Anda bisa saja bermalas-malasan, toh dibutuhkan berbulan-bulan agar anda dapat dipecat. Asalkan kita rajin pada tiga bulan pertama, setelah masa percobaan, diangkat menjadi karyawan tetap, sudah masuk jalur aman. Bayangkan akan jadi seperti apa bangsa yang seperti ini? Jika anda tidak bisa mempertimbangkan sebuah prinsip dasar moralitas; anda akan mendapatkan sesuai yang anda kerjakan, bagaimana bisa kita bisa mempertimbangkan prinsip moral yang lebih besar seperti; jangan ambil apa yang bukan kepunyaan saya. Jangan heran jika kita menjadi bangsa pemalas. Saya yakin bahwa pekerja harus dilindungi dari ketidakadilan. Saya juga merasa adalah hak individu untuk mengadu kepengadilan jika dia dipecat tanpa alasan yang sahih dan mengada-ada seperti karena gender, agama, ras atau suku, atau dipecat ditempat tanpa ada penyelidikan lebih lanjut dan pelatihan yang memadai. Tetapi masa pelatihan selama 6 bulan???? Setelah itu diberikan 6 bulan lagi??? Jangan heran kita menjadi bangsa memble. Dan jangan heran pengangguran semakin meningkat. Dan, kalau anda menganggap pasar tenaga kerja swasta sudah segila itu, maka anda akan terheran-heran melihat bagaimana cara mendisiplikan Pegawai Negeri Sipil. Jika di swasta, anda alpa selama lima hari berturut-turut dan sudah dihubungi dua kali oleh yang berwenang diperusahaan tetapi tidak ada kabar maka anda dinyatakan mengundurkan diri secara sukarela dan diputuskan hubungan kerja tanpa kompensasi. Tetapi di kalangan PNS, anda boleh 45 (EMPAT PULUH LIMA, sekali lagi EMPAT PULUH LIMA!!!) hari tidak masuk tanpa kabar selama setahun, lalu dinyatakan boleh dipecat. Mau dibawa kemana mental bangsa kita jika seperti ini kondisinya? Pantas saja kita jadi bangsa bobrok.



3. Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing

Saya bekerja di tempat yang memperkerjakan orang asing dan sebagai info bagi anda yang belum tahu, mempekerjakan orang asing di negeri ini adalah hal yang sangat-sangat sulit. Anda harus punya begitu banyak surat ijin yang diterbitkan oleh berbagai department. Jika anda ingin mempekerjakan seorang guru, anda harus berurusan dengan Kementrian Luar Negeri, Department Hukum dan HAM, Department Tenaga Kerja, dan Department Pendidikan. Dan begitu banyak dokumen yang harus anda lengkapi, mulai dari Visa kerja, IMTA, RPTKA, TA-01, KITAS, dan tetek-bengek lainnya yang kesemuanya harus melewati banyak meja birokrasi yang berbelit-belit, dan belum lagi kewajiban membayar DPKK $100 setiap bulan per tenaga kerja asing, lalu ditambah kewajiban menyediakan pendamping untuk transfer ilmu, laporan ini dan itu, dll. Bahkan melihat skema kerjanya saja saya sudah pusing, untung ada Ma’am Deivy. Itu belum termasuk usaha untuk mencari kandidat potensial untuk mengisi posisi yang dimaksud, menyediakan ini dan itu untuk kedatangan mereka, booking ticket, koordinasi waktu keberangkatan, penyediaan akomodasi, dan, belum lagi jika calon yang bersangkutan harus menghadapi masalah birokrasi di negara asalnya, yang kadang-kadang bikin otak meledak!!! Hal yang paling melelahkan dimuka bumi.



Kesulitan birokrasi negara ini tentu saja datang dari itikad baik pemerintah. Bagi pemerintah (dan banyak orang awam), tenaga kerja asing mengambil jatah pekerjaan yang sebenarnya bisa diisi oleh tenaga kerja Indonesia (lokal). Sehingga pemerintah memutuskan agar penggunaan tenaga kerja asing harus dibuat sesulit dan semahal mungkin (begitulah kira-kira yang saya tangkap dengan nalar saya). Itikad yang baik, tetapi itikad yang baik ini sebenarnya mendatangkan hasil yang buruk. Sebelum memulai saya ingin menyatakan bahwa saya setuju dengan tindakan pemerintah untuk memperketat syarat kualifikasi tenaga kerja asing di Indonesia, tetapi perlu diingat bahwa pengusaha juga berhati-hati dalam memilih kandidat untuk mengisi pekerjaan. Dan pengusaha sebagai agen ekonomi mengenal prinsip caveat emptor (pembeli, berhati-hatilah), karena yang menanggung resiko dalam salah memilih kandidat yang tepat itu adalah pengusaha itu sendiri. Sehingga jika pemerintah juga mengambil bagian yang terlalu dalam, dalam seleksi tenaga kerja adalah menurut saya tidak selayaknya. Tentu pemerintah berhak meneliti seorang calon, karena jangan sampai mereka itu adalah ancaman bagi keamanan nasional atau adalah mantan Narapidana, tetapi kalau dalam hal menentukan ijasah apa yang harus dimiliki sang kandidat adalah sangat-sangat tidak masuk akal. Bahkan kami banyak kali menolak calon dengan ijasah yang tampaknya sah, tetapi setelah diteliti ternyata ijasah ini diterbitkan oleh sebuah “diploma mill” (universitas penjual ijasah yang banyak terdapat di Amerika dan Kanada). Ok. Coba saya jelaskan akibat buruk dari usaha pemerintah yang “baik” ini untuk mempersulit pengusaha untuk mempekerjakan orang asing.



Mempekerjakan TKA (tenaga kerja asing) pada prinsipnya adalah sama dengan mengimpor barang dari luar negeri. Tetapi bukannya barang, tetapi jasa sang individu yang diimpor. Yang mana, hal ini bukanlah dosa sama sekali. Tetapi belakangan ini, muncul sentiment negative tentang arti kata mengimpor. Import dilihat sebagai simbol ketidakmampuan suatu bangsa. Dan import juga diartikan sebagai mencuri dari bangsa sendiri, karena uang yang dibayarkan kepada bangsa asing itu seharusnya bisa diberikan kepada rakyat sebangsa sendiri. Kalau kita menghentikan atau mengurangi import, berarti itu membuktikan bahwa kita mampu untuk mandiri, kita mampu menciptakan sesuatu sendiri dan uang yang alih-alih dikirim keluar negeri itu bisa diberikan kepada pengusaha lokal dengan membeli produk lokal, dan uang itu berputar di dalam negeri dan menciptakan kesejahteraan bagi bangsa sendiri. Ketika kita sudah mandiri, mampu unggul dalam memproduksi produk lokal kita karena sudah maju karena dimajukan oleh perdagangan dalam negeri, maka kita bisa ekspor dan dengan mengekspor kita bisa mendapatkan lebih banyak kesejahteraan, dan negara kita menjadi negara yang MAKMUR! HOREEE!!!



Tetapi ada yang salah dari cara berpikir ini. Masih ingat salah satu kesalahan logika ekonomi yang dibahas diatas, mengenai “fallacy of composition”? Bahwa apa yang baik bagi satu agent ekonomi akan berakibat buruk jika dilaksanakan oleh semua agent ekonomi. Adalah benar, jika Indonesia banyak mengekspor dan sedikit mengimpor maka akan berakibat baik bagi dalam negeri Indonesia, tetapi apa yang terjadi jika semua negara di muka bumi ini memikirkan ide yang sama? Maka semuanya akan melindungi pasar mereka dari import, dan berusaha memajukan ekspor, dan pada akhirnya, tidak ada yang akan mengimpor, dan semuanya hanya mau mengekspor, ujung-ujungnya; semua perdagangan terhenti, dan terjadilah kemelaratan, karena bangsa dengan bangsa sekarang tidak bisa lagi berjual-beli, tidak ada perdagangan, tidak ada keuntungan.



Jika kita melihat kebelakang, sejarah mencatat bahwa kebijakan inilah, yang pada waktu itu disebut merkantilisme, diterapkan oleh bangsa-bangsa Eropa pada Abad ke-16 sampai Akhir abad 18. Bangsa-bangsa Eropa pada waktu itu bahkan menggunakan hukuman mati bagi para penyeludup yang ketahuan menyeludupkan barang-barang dari negeri asing. Dan merekapun berlomba-lomba mencari daerah jajahan untuk diambil sumber daya alamnya sehingga tidak perlu membeli sumber daya alam dari negara tetangga. Pada saat yang sama, yang paling menderita adalah rakyat negara itu sendiri. Pada saat yang sama pula, abad merkantilisme menjadi saksi peperangan antar bangsa-bangsa Eropa dengan dalih melindungi perdagangannya dari import. Kegilaan ini berlangsung sampai datanglah seorang bijak bernama Adam Smith dengan bukunya yang menawarkan perspektif baru mengenai bagaimana cara sebenarnya mensejahterakan sebuah bangsa, dengan judul yang memikat “Sebuah Penyelidikan Mengenai Sifat dan Penyebab Kesejahteraan Bangsa-Bangsa” atau biasa disingkat “Kesejahteraan Bangsa-Bangsa” (sebuah buku klasik yang merubah sejarah dunia yang sampai detik ini belum diterjemahkan ke Bahasa Indonesia, sayang). Dalam bukunya Smith beragumen bahwa bukannya menciptakan kesejahteraan, merkantilisme malah menciptakan kemelaratan. Merkantilimse bukannya menciptakan keserasian antara dua negara yang bertetangga, malah menciptakan kebencian. Masing-masing negara punya perajin, industrialis, rakyat, dan sumber daya yang bisa dipertukarkan, tetapi terjebak dalam ajaran yang salah. Hasilnya, bukannya perdagangan yang mendamaikan, yang mensejahterakan, kedua negara yang bertetangga malah terlibat kebencian dan peperangan. Merkantilisme mengakibatkan kemelaratan karena terhentinya perdagangan. Dan Smith menunjukan, malah kota-kota yang membuka pelabuhannya bagi perdagangan malah menjadi kota yang maju, dan Smith menunjukan contoh yang sempurna: Koloni Amerika (yang belum merdeka ketika buku itu ditulis). Mereka berdagang dengan siapa saja, mengimpor dan mengekspor apapun yang mereka butuhkan dan bukannya menjadi miskin, dalam jangka panjang rakyat mereka menjadi sejahtera (dan nantinya bahkan memenangkan perang melawan penjajah mereka, Inggris, yang sebenarnya sebangsa tetapi mereka muak dengan Merkantilisme Inggris. Alasan Amerika merdeka adalah merkantilisme Inggris, dan mereka merdeka pada tahun yang sama ketika buku Smith diterbitkan).



Setelah Smith, pemikir lain yang terpengaruh pemikirannya adalah David Ricardo dengan teorinya yang terkenal; “keunggulan komparatif”. Teory ini menunjukan dengan jelas, bahwa ketika kedua negara berdagang, kedua negara akan mengalami keuntungan jika pembatasan usaha itu diangkat. Sebagai contoh (theory ini membuat saya terkagum-kagum semenjak saya duduk di kelas 2 SMA): Jika semua penduduk Jepang dikerahkan, maka mampu memproduksi 50 ton beras, dan 0 mobil. Jika semua penduduk Jepang dikerahkan maka mereka mempu membuat 0 ton beras dan 200 mobil, sedangkan Indonesia jika semua penduduknya dikerahkan mampu memproduksi 100 ton beras dan 0 mobil, tetapi jika penduduknya dikerahkan hanya untuk membuat mobil, maka mereka bisa memproduksi 0 ton beras dan 100 mobil. Di Jepang, harga mobil adalah = 50/200= 0,25 ton beras. Jadi setiap 1 mobil yang diproduksi, Jepang kehilangan 0,25 ton beras. Sebaliknya, harga beras bagi jepang adalah 200/50 = 4 mobil, artinya setiap membuat 1 ton beras yang di diproduksi, jepang kehilangan 4 mobil. Bagaimana di Indonesia? Setiap 1 mobil yang diproduksi, Indonesia kehilangan 1 ton beras (100 mobil/100 ton beras). Ok, jika tidak berdagang, berapa total beras dan mobil yang di produksi? Tarulah Indonesia membuat 50 mobil dan 50 beras, karena rakyatnya mau ada beras dan mobil. Di Jepang mereka memproduksi 100 mobil dan 25 ton beras. Total produksi kedua negara adalah 150 mobil, ditambah 75 ton beras. Lalu orang Jepang punya Ide brilian, “hey Indonesia, gini aja, aku kan jago bikin mobil, saya bikin aja 200 mobil, tapi saya butuh 25 ton beras lagi. Kamu bikin aja beras smua, nanti saya beli dari kamu 25, kamu punya 75 kilo beras, nanti kamu saya kasih mobil 50 okay? Okay. Jadi setelah berdagang, brapa total output? Jepang produksi 200 mobil, 0 beras, dan Indonesia produksi 100 ton beras dan 0 mobil. Berapa total produksi yang baru? 200 mobil dan 100 ton beras, karena perdagangan. Nantinya Jepang akan mengeksport ke Indonesia 50 mobil baru, dan Indonesia akan mengekspor ke Jepang 25 ton beras, yang mana sangat menguntungkan bagi JEpang, karena 1 ton beras ini berharga 2 mobil, yang mana jauh lebih murah dari pada Jepang menanam beras sendiri yang berharga 4 mobil per satu ton beras. Dengan perdagangan, dan Indonesia pun diuntungkan karena Mereka memperoleh 50 mobil baru dan 75 beras. Kedua negara diuntungkan.

Lihat table sebelum perdagangan

Mobil Beras

Jepang 100 25

Indonesia 50 50

Total Output 150 75


Setelah kesepakatan:

Mobil Beras

Jepang 200 0

Indonesia 0 100

Setelah perdagangan:

Mobil Beras

Jepang 150 (50 nya ditukar ama 25 ton beras) 25 (impor dari Indonesia)

Indonesia 50 (impor dari Jepang) 75 (25 Export Ke Jepang)Total Output 200 100


Lihat? Jika kita berdagang, maka akan tercipta lebih banyak nilai dan itu menguntungkan lebih banyak pihak. Jadi jangan percaya Slogan salah satu iklan yang berkata “Kita Untung Bangsa Untung”, itu adalah iklan yang memanfaatkan kebodohan kita!


Lalu apa hubungannya dengan mempekerjakan orang asing? Sederhana: membuka perdagangan. Kepercayaan bahwa orang asing mengambil pekerjaan dari bangsa Indonesia adalah sangat tidak berdasar, karena perdagangan membuka peluang. Kita diuntungkan oleh mengunakan tenaga Asing, karena mereka datang dengan membawa satu nilai: Jasa bagi mereka yang memberi mereka pekerjaan. Dan tidak ada yang salah dengan itu. Menutup diri dari bangsa asing malah mengakibatkan kemunduran, dan kita kehilangan kesempatan untuk memperoleh jasa mereka. Jasa manusia adalah hal yang sacral dan banyak dari kita mengidentifikasi diri kita dengan jasa yang kita tawarkan kepada masyarakat, sebagai wujud pengabdian kita. Guru, dokter, polisi, dll., dan ketika restriksi pemerintah terlalu banyak menghalangi kita dalam mencari panggilan jiwa untuk bekerja, itu adalah pelanggaran, bukan pelanggaran hukum, karena hukum yang kita punya sekarang adalah salah, tetapi pelanggaran hati nurani.

Peraturan yang menciptakan pengangguran

Friday, August 26, 2011

What is love?

oleh Juan Mahaganti pada 22 April 2011 jam 11:14
Have you ever asked this question? Some people will say I’m a stupid for asking this, moreover to try very hard to find the answer. But the conversation with a family guy type of friend sometime ago gives me the hunch above the answer. He said, “you know man, I am willing die for my family. There is nothing I wouldn’t do for them. NOTHING.” Latter on I realize, “well, hang on. Who needs who here? You need them, or logically it seems, they need you, not the other way round.” I ask, then he replied, “no, I need them. I don’t know why I need them, just need them. For whatever reason, but I am what I am because of them. There is no use of me to be anywhere without them. I will die for them if I have to” (he repeats that statement).
Then I realize what love is. Love is, needing someone without any particular reason, but the existence of that person in our life. I don’t know why I need my mom, and why she needs me. And why I always need everyone that I love, more than my employer needs me every working day? Logically, it is crazy. You need someone without a reason? That’s insanity. Yet we do it. Why? We could never found out why. And that is love. Love is when two parties, decide to be powerless upon each other. It is when these two people -whoever they are, couples, mom and her kid, friends- decide to sign a “non binding contract” without any duress, that they will need each other, without ANY REASON AT ALL, which is an unreasonable contract.
Then some people ask: “why God sacrifice Himself for us, the rebellious creature?” Why Jesus have to die? Well, my answer is, God love us, because God is love. Then you can pursue a more “logical” reason: “well, at least there must be a more logical answer for that. God will never do something without purpose.” My answer is; “well, the reason is love. And He loves us. Isn’t it enough to explain why a father willing to die for his children? If we human created with this feeling, can we expect also for sure our Creator have the same attribute?”
I think, love is enough to make everything reasonable. Why should I share the same bed with a same woman for the rest of my life? How can I didn’t feel gross when I share the toothbrush with her? Why my mom work the rest of his life for a little creature name Juan Mahaganti? And what am I and what that I’ve done until my mom said that I am her diamonds, ruby, and the most precious thing she ever had? Why my friend is willing to die for his family, and said he needs them, while in fact, he supports them and they need him for daily bread? Why Jesus Christ have to die? All this crazy questions can be answer simply by one word: Love.
Like The Beatles sung it: “when nothing you can do that can’t be done, and nothing you can sing that can’t be sung, ALL YOU NEED IS LOVE.” And I tell you, everything will be reasonable. So, ladies and gentlemen, a fine specimen of my facebook friend who have a time and enough intelligence to read through this seemingly unnecessary writing, LOVE one another, and Love God, but remember, He loves us at the first place. HAPPY GOOD FRIDAY, AND EASTER EVERYONE. SHARE SOME LOVE TODAY. Call your mom and tell her how much you love her. Call your daddy then do the same thing. Visit your sisters, and brothers. Then remember your friends. Make a good relation. Oh, I’m starting to speak gibberish…. Ok. Have a Nice Day Everyone.

Kenapa Kita Punya Pemerintah Yang Korup? (Kenapa Ada Korupsi?)

oleh Juan Mahaganti pada 21 April 2011 jam 18:23
Anatomi Permasalahan
Untuk terjadinya korupsi, kita membutuhkan 3 komponen: Pelaku, Motif, Kesempatan,
Pelaku: Dalam tulisan ini, saya akan menyelidiki pelaku korupsi bernama pemerintah. Tentu saja bukan hanya pemerintah yang melakukan korupsi, bahkan kita adalah pelaku korupsi. Tetapi perhatikan bahwa kalau kita umpamakan masyarakat itu sebagai tubuh, maka korupsi adalah penyakit. Dan penyakit yang paling parah, merusak, dan menghancurkan tubuh masyarakat ini adalah korupsi yang dilakukan pemerintah. Korupsi oleh pemerintah menghasilkan pelanggaran hukum, dan pada keadaan yang paling parah menghasilkan pelanggaran hak asasi manusia. Pembunuhan, fitnah, pemenjaraan, penghapusan kebebasan berbicara dan politik, tipu muslihat, pemalsuan, penyalahgunaan kekuasaan, semuanya menjadi halal dalam masyarakat yang menjadi rusak karena korupsi yang dilakukan pemerintah.
Motif: Kenapa pemerintah menjadi korup? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita harus menjawab pertanyaan yang akan membantu menjawab pertanyaan sebelumnya. Kenapa ada pemerintah? Saya bukanlah orang yang anti keberadaan pemerintah. Saya percaya apa yang dikatakan Hobbes bahwa tanpa pemerintah, hidup masyarakat akan miskin, kotor, brutal, dan singkat. Bahkan dalam Alquran dan Alkitab kita lihat banyak ayat yang menyatakan bahwa kita membutuhkan pemerintah. Kenapa kita membutuhkan pemerintah? Dalam kelas “Entrepreneurship” saya, pada bagian “Bagaimana Membuat Bisnis Anda Legal” saya selalu memulai dengan pertanyaan “kenapa kita perlu mendaftarkan bisnis kita sesuai peraturan pemerintah?” Jawabannya adalah karena kita memerlukan bantuan pemerintah. Pemerintah adalah agen ketiga dalam bidang perlindungan. Kita hidup dalam dunia yang penuh kejahatan, dan setiap orang dari kita bisa menjadi korban ketidakadilan. Ketika saya membuka sebuah usaha, dan saya menjadi sukses, mungkin ada seseorang yang cemburu dengan keberhasilan saya. Orang yang cemburu ini datang ketempat usaha saya dan menendang saya keluar dari kantor saya dan menyatakan bahwa mulai sekarang dia adalah pemilik bisnis yang saya bangun. Cara saya untuk mencegah ketidakadilan dan kejahatan ini adalah saya dapat masuk kembali kekantor saya, mencari orang ini, saya cekik dia dan beri dia pelajaran yang pantas dengan kekuatan fisik saya. Tetapi apa yang terjadi jika, si pembuat kejahatan ini lebih kuat secara fisik dari saya? Bukannya saya memberi dia pelajaran, dia yang mencekik saya dan menendang saya untuk kedua kalinya keluar dari kantor saya sendiri. Cara kedua yang bisa saya lakukan adalah, saya pergi ke sekelompok orang yang berjanji untuk menegakan kebenaran dan keadilan, dan yang mana kelompok ini haruslah punya kekuatan fisik. Kelompok ini bernama pemerintah. Saya genggam telpon saya, saya hubungi polisi setempat dan mereka akan datang membantu saya menegakan keadilan. Tetapi harus diingat bahwa, kelompok bernama pemerintah ini membutuhkan dana untuk menjalankan usahanya menegakan kebenaran dan keadilan. Sehingga, ketika saya mendapatkan keuntungan dari usaha saya, saya jangan lupa menyisihkan sebagian keuntungan itu untuk diberikan kepada pemerintah agar kegiatan mereka dalam membela kebenaran dan keadilan tetap berjalan. Uang yang saya sisihkan tersebut saya sebut sebagai PAJAK. Jadi, pajak bukanlah hal yang jahat. Dan, saya juga perlu meyakinkan pemerintah bahwa sayalah pemilik sah bisnis tersebut, untuk itu, saya harus mendaftarkannya kepada pemerintah, inilah yang disebut sebagai proses membuat bisnis saya menjadi legal, mendaftarkannya secara hukum yang berlaku. Permasalahannya adalah, ketika pemerintah yang seharusnya membela kebenaran dan membasmi kejahatan, malah berubah menjadi alat kejahatan tersebut? Bukannya melindungi saya dari kejahatan, mereka malah menjadi alat kejahatan. Apa motifnya? Motifnya sederhana: KARENA PEMERINTAH JUGA MANUSIA. Ada tiga sifat manusia yang saya ingin bahas disini. Pertama, manusia adalah makhluk yang bisa salah. Pemerintah juga adalah manusia, mereka bisa khilaf. Sifat kedua, manusia itu adalah makhluk yang mementingkan dirinya. Tidak apa-apa jika anda berkata bahwa manusia itu seharusnya mementingkan orang lain, tetapi tanyakan pada diri anda sendiri. Ok. Kita punya pengecualian seperti bunda Teresa, tetapi kecenderungan umum manusia tidak seperti itu. Kita tahu bahwa prinsip keadilan ada dalam diri kita, tetapi jika kita jujur dalam diri kita, jika ada transaksi yang menguntungkan diri kita, kita akan ambil itu, dan kalau ada yang merugikan kita, kita tinggalkan, karena memang kita menyayangi diri kita sendiri. Menyayangi diri anda bukanlah hal yang jahat. Ketika anda menyayangi diri sendiri dan membenci orang lain, itu yang jahat. Bukankah kita menyayangi orang lain karena orang itu menyayangi diri kita? Dan membenci orang yang membenci diri kita? Kita membenci orang yang membenci kita dan menyayangi orang yang menyayangi diri kita, karena pada dasarnya: KITA MENYAYANGI DIRI KITA SENDIRI. Dan kalau ada orang yang mau menyangkal kenyataan ini, dia itu memang orang yang tidak peduli, atau munafik. Sifat ketiga adalah, setiap manusia mencari hal yang menyenangkan dirinya. Kita berusaha mencari sesuatu yang lebih mudah untuk menyenangkan diri kita sendiri. Yang adalah hal yang positif kalau dicapai dengan cara yang positif. Contoh, saya tidak suka mencuci, karena saya malas mencuci, dan bagi saya mencuci adalah hal yang tidak menyenangkan. Saya lebih suka menulis dari pada mencuci. Saya malas. Jadi yang saya lakukan adalah, saya berusaha melakukan yang saya sukai, jika itu menguntungkan orang lain, saya dibayar, dan uang tersebut akan saya pakai untuk membeli mesin cuci, atau membayar orang lain yang suka mencuci, untuk melakukannya untuk saya. Jika saya disuruh kerja memindahkan beras 10 kilogram, dan diberi waktu 8 jam, saya akan melakukan pekerjaan ini, dan jika saya bisa melakukannya dalam 1 jam, sisa 7 jam akan saya lakukan untuk mengerjakan hal lain yang menyenangkan diri saya. Jika saya ingin tidur, saya tidur. Jika saya ingin kerja lagi, saya kerja lagi, jika kerja tersebut menghibur saya. Dengan kata lain, saya akan berusaha mencari hal yang membuat kesenangan saya mencapai titik tertinggi, karena saya manusia. Jadi manusia itu rasional dan berusaha mencari cara termudah untuk melakukan sesuatu. Sifat ini adalah alamiah dan positif. Karena sifat ini, manusia mampu menciptakan mesin cuci, mobil, deterjen, mesin printer elektronik untuk menggantikan mesin ketik, dan mesin ketik untuk menggantikan pena. Tetapi sifat ini bisa menjadi negative, ketika kita ingin memuaskannya dengan cara negative seperti memaksa orang lain untuk melakukannya hal yang tidak kita sukai. Pemaksaan adalah kejahatan.
Pemerintah, seperti yang saya katakan tadi, juga adalah manusia. Mereka punya tiga sifat diatas tersebut. Mereka adalah makhluk yang bisa salah, mereka juga mementingkan diri mereka sendiri, dan mereka juga mencari cara yang mudah untuk mencapai sesuatu. Ketika mereka diberikan kekuasaan berlebihan, mereka akan melaksanakan sifat “alamiah” mereka ini. Mereka bisa salah, mereka akan egois, dan mencari cara termudah. Jadi inilah motif terjadinya korupsi. Contohnya, seorang pejabat pemerintah, diberikan tanggung jawab untuk menyalurkan uang bantuan bagi orang miskin. Jangan lupa, mereka egois. Jika dia punya kesempatan untuk mengambil sebagian uang bantuan ini, mereka akan lakukan, karena dia lebih peduli terhadap dirinya, dan keluargannya, dari pada orang miskin yang akan dia bantu, dan hal itu alamiah. Jika dia punya kesempatan untuk membagikan dengan cara segampang mungkin, dia akan lakukan, karena seperti yang saya katakan sebelumnya, manusia itu mencari cara tergampang. Dia tidak akan mau bersusah payah membagikan uang ini bagi orang miskin, selama itu tidak mendatangkan keuntungan baginya. Dan ini alamiah. Manusia itu egois dan rasional. Dia tidak akan berusaha sekuat tenaga mengerjakan sesuatu yang tidak menguntungkan dirinya. Demikian halnya dengan pemerintah. Jadi inilah motif kenapa ada korupsi, karena sifat “alamiah” kita.
Kesempatan: Dalam analisa saya diatas, saya utarakan sifat alami manusia, tetapi saya selalu menulis kata “alamiah” dalam tanda kutip. Karena, dalam iman agama saya, sifat “alamiah” ini muncul dari kecenderungan hati manusia akan dosa, tetapi saya percaya dalam iman, bahwa sifat asli manusia adalah baik, tetapi kita hidup dalam dunia yang sudah jatuh dalam dosa, sehingga kita bahkan “lahir” dalam dunia yang penuh kecenderungan dosa. Dalam agama saya, cara untuk mencegahnya, adalah mengalihkan pikiran kita pada kasih Tuhan yang luar biasa besarnya. Cara berikut untuk mencegah kecenderungan ini (yang bisa anda praktekan bila anda tidak seiman dengan saya) adalah dengan tidak membawa diri kita atau orang lain) “kedalam pencobaan.” Sumber utama munculnya korupsi dalam pemerintah adalah karena mereka punya kesempatan.
Bagaimana mereka memperoleh kesempatan ini? Mari kita lihat bagaimana pemerintah bekerja. Seperti yang saya utarakan diatas, fungsi utama pemerintah adalah memberikan perlindungan. Tetapi dalam usaha memberikan perlindungan, pemerintah memerlukan dana, dan dari situlah mereka punya hak untuk menagih pajak. Tetapi, ada sebagian anggota masyarakat yang punya maksud baik yang merasa bahwa peran pemerintah tidak cukup hanya untuk memberika perlindungan. Mereka melihat bahwa ada orang yang lapar, dan ada yang kurang terdidik, juga mereka melihat harga minyak tanah terlalu mahal, harga beras terlalu mahal, harga tiket kereta api terlalu mahal, harga listrik terlalu mahal, harga ini dan itu terlalu mahal. Bagi mereka segalanya terlalu mahal sehingga mereka mengambil kesimpulan bahwa pemerintah harus menjaganya agar tidak mahal. Mereka lupa bahwa dalam perdagangan, tidak ada pemaksaan. Setiap orang diuntungkan, karena jika tidak semua pihak diuntungkan, maka tidak akan ada perdagangan. Perdagangan terjadi, karena baik pihak pembeli maupun penjual merasa diuntungkan sehingga mereka berdua sepakat. Tidak ada pemaksaan dalam hal ini. Tetapi bagi mereka, ini dan itu, segalanya terlalu mahal. Jadi mereka mengambil kesimpulan, tugas pemerintah tidak hanya cukup untuk melindungi. Mereka mau agar pemerintah memberi subsidi, memberikan potongan harga bagi barang-barang yang terlalu mahal ini. Tetapi apakah mereka lupa, bahwa beras, minyak tanah, listrik, dan kereta api, tidak tercipta dengan sendirinya. Beras dan minyak tanah tidak jatuh dari langit. Dalam system yang berkeadilan, ada 2 cara untuk membuat beras masuk keperut dan minyak tanah masuk ke kompor. Cara pertama adalah anda menanam sendiri beras anda dan menggali sendiri minyak bumi anda. Atau cara kedua adalah, anda bekerja dengan keras memberikan pelayanan bagi orang lain, atau menciptakan sesuatu yang punya nilai untuk bisa dihargai orang lain sehingga terjual. Uang yang anda dapatkan, anda bawa ke warung. Anda beli beras sesuai kemampuan anda, dari hasil keringat kerja halal yang anda dapatkan. Hasil kerja anda, anda dapatkan dengan cara yang damai, anda pergi ke warung dengan cara yang damai. Anda capai kesepakatan harga dengan pemilik warung juga dengan cara yang damai. Tidak ada pemaksaan, jika ada pemaksaan, kita sebut itu sebagai PENCURIAN. Tetapi apa yang terjadi? Sekelompok “orang baik” dalam masyarakat melihat bahwa system yang damai ini sebagai hal yang tidak terpuji, sehingga mereka menuntut pemerintah untuk melakukan cara ketiga: pemerintah menyediakan barang-barang ini dengan harga murah, dan kalau bisa gratis. Tetapi beras dan minyak tanah tidak jatuh dari langit dan muncul dari dalam tanah dengan sendirinya!!! Orang yang percaya hal ini adalah orang GILA!!! Jadi, apa yang harus pemerintah lakukan? Dulu, pemerintah mengambil pajak hanya untuk membiayai usaha untuk melindungi warga Negara. Tetapi sekarang, mereka perlu uang lebih, karena mereka harus membeli beras dan minyak tanah, jadi mereka harus menagih pajak lebih. Sekarang bandingkan, ketika saya membeli bekerja dan memperoleh uang, dan setelah itu saya membelanjakan uang ini untuk membeli beras, proses ini saya lakukan tanpa pemaksaan. Tetapi ketika pemerintah sekarang meminta pajak lebih, mereka melakukannya dengan pemaksaan. Apa yang terjadi, jika saya merasa bahwa beras tidak seharusnya diberikan secara gratis, dan tidak mau membayar pajak? Saya tidak punya pilihan, kalau saya tidak mau membayar pajak, saya akan dipenjara, atau tidak boleh keluar negeri, atau tidak boleh membuka usaha, dan berbagai cara pemaksaan lainnya. Cara pertama, lewat perdagangan, berlangsung secara damai, tetapi cara kedua berlangsung dengan cara kekerasan dan pemaksaan. Ketika sebagian orang lain memperoleh beras secara gratis, tentu saja semua orang merasa senang, termasuk saya. Saya tidak perlu berusaha keras untuk memperoleh beras, sehingga saya sekarang tidak perlu bekerja banting tulang untuk membeli beras. Tetapi muncul masalah. Kalau saya tidak kerja, dari mana pemerintah memperoleh pajak untuk membeli beras? Hasilnya adalah; exploitasi kemalasan. Semua orang menjadi malas dan lupa akan hukum utama alam: kita tidak bisa memberi, kalau kita tidak punya. Dan kalau semua orang menjadi malas, tidak ada yang dihasilkan, dan kalau tidak ada yang dihasilkan, tidak ada yang akan dibagi.
Dan, Apa yang terjadi ketika pemerintah memperoleh uang pajak? Kita harus ingat, bahwa pemerintah disini adalah pihak penengah. Mereka MENGAMBIL UANG ORANG LAIN, UNTUK DIBERIKAN PADA ORANG LAIN. Dan sebagai makhluk yang egois, mereka akan berkata: “hey!!! Saya mengambil uang anda, untuk diberikan kepada si dia. Lalu untuk saya apa?” Karena pemerintah adalah yang bekerja untuk orang lain, dengan uang orang lain, jangan pernah berharap bahwa dia akan bekerja sebaik DIA MENGELOLA UANGNYA, UNTUK KEPENTINGAN DIRINYA SENDIRI. Pemerintah juga egois dan ingin senang, sebagaimana saya dan anda. Jangan pernah bermimpi bahwa mereka adalah malaikat. Jadi mereka tidak akan bekerja seratus persen sesuai kemampuannya. Kalau ada waktu santai, yah, mereka akan santai, namanya juga kerja untuk uang orang lain. Dan (ini point utamanya), kalau uang itu bisa saya sisipkan sebagian dikantong saya, kenapa tidak saya lakukan. Dan jangan lupa, ini hanya uang untuk beras, ada juga pajak untuk minyak tanah, untuk listrik, untuk kereta api, untuk ini dan itu, yang maunya rakyat harus gratis dan murah. LEBIH BANYAK UANG YANG KITA PERCAYAKAN UNTUK MEREKA, LEBIH BANYAK UANG YANG AKAN KITA SIA-SIAKAN UNTUK MEREKA HAMBUR-HAMBURKAN SECARA TIDAK EFFISIEN DAN TIDAK BERGUNA, DAN SEMAKIN BESAR GODAAN MEREKA UNTUK MELAKUKAN KORUPSI. Kita membawa mereka kedalam pencobaan.
Apakah pajak di Negara kita besar? Yah, sudah besar, dan berlebihan. Sehingga uang yang kita boroskan untuk pemerintah habiskan secara tidak berguna juga lebih besar. Dan, jangan lupa, pemerintah mengendalikan listrik, kereta api, saluran air minum, pelayaran, distribusi minyak, dan begitu banyak perusahaan lainnya, yang oleh hukum, kita warga biasa, tidak diperkenankan untuk bersaing. Saya tidak bisa membuka perusahaan penyedia listrik, saya tidak diijinkan membuka perusahaan saluran telepon. Jadi ketika tidak ada persaingan, pemerintah santai-santai saja dalam bekerja, dan hasilnya, mereka menjalankan bisnis ini secara serampangan dan tidak efektif. Kemana uang hasil operasi perusahaan ini pergi? Menurut undang-undang dasar, uang ini dipergunakan untuk “sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Tetapi ingat, pemerintah adalah makhluk egois, sebagaimana saya dan anda. Ketika disuruh pilih antara kemakmuran rakyat, dan kemakmuran dirinya, hanya orang yang sangat suci yang akan 100% mengutamakan kepentingan rakyat (dan anda akan sangat sulit menemukan orang yang sangat suci). Hanya seorang malaikat dari surga yang mau. Kita jangan munafik, kalau kita diposisi mereka, kita akan melakukan hal yang sama. Mereka manusia sebagaimana saya dan anda. Siapa yang harus disalahkan? Kita para rakyat, karena kita membawa para aparat pemerintah ini kedalam pencobaan. Kita memberikan terlalu banyak kekuasaan untuk mereka, sehingga mereka berada pada posisi yang selalu tergoda. Tergoda dari hari lepas hari. Kita memberi mereka KESEMPATAN!!!
ANATOMI SOLUSI (PEMECAHAN MASALAH)
Korupsi muncul karena ada motif (sifat dasar manusia) dan kesempatan (uang yang terlalu banyak kita berikan kepada pemerintah untuk dihabiskan secara tidak bertanggung jawab). Apa yang harus kita lakukan sebagai warga Negara yang baik untuk memecahkan masalah ini? Berita buruknya: Negara kita sudah terlalu rusak oleh korupsi. Berita baiknya: kita bisa memecahkan masalah ini jika kita bersatu dan punya itikad baik. Bukan hanya bagi Negara ini. Singkirkan sentiment emosional bodoh mengenai nasionalisme dan kepedulian semu lainnya. Kita harus berbuat bagi keberlangsungan system pemerintah yang baik. Kita melakukannya demi masa depan yang baik. Demi anak-cucu kita. Kita akan dinilai oleh para anak cucu kita, atas apa yang kita lakukan hari ini. Masyarakat yang baik adalah masyarakat yang memikirkan akan hari esok. Kita tidak mau anak cucu kita hidup dalam dunia penuh kebohongan, pemalsuan, tipu muslihat, dan politik busuk, seperti dunia yang kita tinggali sekarang ini. Korupsi adalah sumber kebohongan, dan segala kejahatan ini. Korupsi membuat yang benar menjadi salah dan salah menjadi benar. Apakah ada ingin anak cucu anda hidup didunia seperti ini. Kita tidak boleh berdiam diri dan pasrah. Saya sering memberi contoh bagi teman-teman saya yang pasrah dan pesimis: “ada seorang wanita sedang diperkosa, anda bisa membantu tetapi anda menolak. Sekarang apa bedanya antara anda dan si pemerkosa? Tidak ada.” Anda menjadi orang yang sama jahatnya dengan pemerkosa. Jika kita pesimis dan tidak mau berbuat sesuatu untuk mengatasi korupsi, apa bedanya kita dengan koruptor? Bagi anda para koruptor. Sebagian dari anda melakukan hal kotor ini, memang demi anak-anak anda. Tetapi apakah anda ingin agar anak anda hidup dalam kekotoran yang anda jalani sekarang? Dimana nilai moral anda. Sebagaimana saya katakan bahwa kita punya sifat dasar yang egois dan malas, tetapi saya percaya bahwa Tuhan memberi kita kemampuan moral untuk membedakan apa yang baik dan jahat. Jika anda merasa bahwa anda telah berbuat salah, anda mengambil satu langkah lebih dekat kepada pertobatan.
Tetapi mari kita kembali ke kabar baik diatas. Segalanya bisa berubah. Yang dibutuhkan adalah keinginan dan perbuatan. Mari kita berbuat dengan melakukan hal-hal kecil dibawah ini:
  1. Bekerja lebih keras. Jangan pernah berharap bantuan pemerintah. Setiap kali anda berkata “pemerintah harus membantu saya”, “pemerintah harus memberi subsidi”, “pemerintah harus membiayai ini dan itu”, anda memberi ruang yang lebih besar untuk korupsi. Anda membawa aparat pemerintah kedalam pencobaan. Lebih parah lagi, anda melakukan satu kejahatan, karena anda memberi alasan pemerintah untuk mengambil lebih banyak dari orang lain, anda melegitimasi perampokan secara sah oleh pemerintah.
  2. Berpartisipasi dalam pemilihan umum, dan gunakan hak pilih anda dengan benar dan bermoral, dengan menjunjung tinggi keadilan dan kesejahteraan. Jangan pernah memilih calon yang menawarkan surga dunia. Jika anda mendengar bahwa sang kandidat (gubernur, atau bupati, atau DPR, DPRD) menjanjikan kesehatan gratis, pendidikan gratis, ini dan itu gratis, sadarilah bahwa tidak ada yang gratis, dan sang calon adalah seorang penipu. Tidak ada yang gratis didunia ini. Hal yang gratis itu hanya didapatkan dari pemberian secara sukarela atau dari penjarahan dan pencurian. Saya pernah berbincang dengan seorang sopir taksi tentang kandidat pemilihan umum. Sang sopir berkata bahwa dia akan memilih salah satu calon, karena sang calon dengan senang hati memberi kepada rakyat. Saya jawab: “Hey!!! Uang itu asalnya dari anda, dan uang itu seharusnya milik anda.” Sang calon tidak berbuat baik dengan memberi uang secara Cuma-Cuma. Malah dia sedang melakukan penipuan karena dia ingin anda beranggapan itu uang miliknya pribadi. Dan kalaupun itu uangnya pribadi, jangan memilih karena uang. Orang yang mencalonkan diri dengan mengandalkan uang, pasti mengharapkan uangnya kembali. Lagipulan, pemilihan umum menentukan nasib anda selama lima tahun, dan anda menggadaikannya dengan Rp. 100.000. Pelacur saja menggadaikan harga dirinya untuk semalam, lebih mahal dari itu. Dan anda menjual diri anda selama lima tahun!!! APAKAH ANDA LEBIH HINA DARI PELACUR??!!
  3. Jangan patah semangat dan tidak peduli. Banyak orang berkata bahwa mereka tidak bisa berbuat apa-apa, jadi mereka terima saja uang sang koruptor dan hidup untuk urusan mereka masing-masing. Tetapi saudara saya peringatkan, bahwa setiap keputusan anda dalam kotak suara memberi perubahan. Tidak ada yang lebih menyenangkan para orang jahat (koruptor) melebihi rakyat yang patah semangat. Mereka bisa digerakan semaunya seperti boneka. Jangan hilangkan semangat, karena tidak ada yang melebihi kekuatan rakyat yang bersatu dengan akal sehat. Jangan memutuskan untuk tidak peduli, karena seperti kata Socrates, ketidak pedulian adalah akar kejahatan. Dan ketika kita tidak peduli, kejahatan berkembang lebih besar, dan kita juga dihadapan TUHAN, dianggap bertanggung jawab atas ketidak pedulian kita.
  4. Pilih secara rasional. Pilihlah partai dan calon pemimpin yang tidak menawarkan angin surga. Pilihlah yang menawarkan dunia nyata, bukannya surga semu, surga yang fana, yang bukannya menciptakan surga tetapi malah menciptakan neraka di atas bumi.

Mana yang lebih mungkin menjadi sumber kejahatan?

oleh Juan Mahaganti pada 13 April 2011 jam 20:34
Setiap manusia punya potensi untuk menjadi jahat. Semua organisasi yang diciptakan manusia juga demikian. Setiap manusia yang mengaku bahwa dirinya tidak mungkin berbuat jahat adalah orang yang paling punya kemampuan menjadi jahat. Hal terbaik untuk mencegah hal yang buruk terjadi adalah dengan menyadari bahwa hal buruk ini bisa terjadi. Orang yang mampu mencegah serangan jantung adalah orang yang paling menyadari bahwa dirinya bisa terkena serangan jantung. Orang yang paling ceroboh dan tidak mampu mencegah datangnya penyakit serangan jantung, adalah orang yang tidak pernah sadar bahwa dia bisa saja mati dengan serangan jantung. Begitu juga dengan kejahatan. Senjata utama dalam melawan kejahatan adalah dengan menyadari secara rendah hati bahwa kita bisa saja berbuat jahat. Saat dimana kita merasa bahwa kita paling suci dan tidak mungkin berbuat jahat adalah saat dimana kita mulai jatuh dalam kejahatan. Dalam tulisan ini, saya akan membandingkan dua organisasi dan kemudian menjawab pertanyaan: mana diantara dua organisasi ini yang paling mungkin berbuat jahat? Pemerintah atau Perusahaan?
Mari kita menjawab petanyaan diatas dengan mencari tahu secara terperinci ciri, pola, dan sifat dasar keduanya. Kenapa kita membentuk pemerintah? Kita membentuk pemerintah untuk melindungi hak kita. Kita menyadari bahwa kita tidak bisa melindungi diri kita sendiri dari ketidak adilan dan kejahatan, maka kita membentuk sebuah kelompok yang kita percayakan untuk membentuk peraturan dan mengawasi jalannya pelaksanaan peraturan tersebut. Peraturan tersebut tentu saja dirancang untuk melidungi diri kita. Jadi keberhasilan pemerintah diukur lewat ketertiban, keadilan, keamanan dan ketentraman yang mereka sediakan lewat pembuatan peraturan-peraturan, dan memastikan agar setiap orang yang mematuhi peraturan tersebut dilindungi, dan orang yang melanggar dihukum.
Kenapa kita membentuk Perusahaan? Kita membentuk perusahaan untuk memenuhi kebutuhan orang lain, dengan imbalan berupa keuntungan keuangan. Tidak ada perusahaan yang dibentuk hanya karena keinginan pendirinya. Perusahaan terbentuk karena ada keinginan orang lain dengan tujuan melayani kepentingan orang lain. General Motor dibentuk untuk melayani keinginan orang lain yang memerlukan mobil. Tukang roti membuka warung rotinya bukan untuk dimakannya sendiri, tetapi karena dia melihat banyak orang yang menginginkan roti tetapi tidak punya waktu untuk membuat sendiri. Keberhasilan sebuah perusahaan diukur lewat pelayanan yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Lebih baik perusahaan tersebut memenuhi keinginan orang lain, lebih berhasil perusahaan tersebut.
Jadi kita bisa lihat, secara sifat alami, kedua organisasi diatas dibentuk karena ada keinginan luhur dari pendirinya. Sadar atau tidak mereka mendirikan organisasi ini untuk melayani dan memenuhi kebutuhan orang lain. Sang pendiri perusahaan memang mendirikan perusahaan karena ingin mencari keuntungan, tetapi dia harus melihat orang lain terlebih dahulu, lalu dirinya sendiri.
Yang menjadi sumber kejahatan adalah ketika kedua organisasi diatas dibentuk dengan alasan kepentingan diri sendiri. Jika pemerintah dibentuk hanya untuk memenuhi nafsu kekuasaan seseorang atau sekelompok orang, pemerintah itu adalah pemerintah yang tidak bermoral. Demikian juga sebuah perusahaan; jika dibentuk hanya untuk memenuhi nafsu pribadi seseorang, perusahaan itu adalah perusahaan tidak bermoral.
Siapa anggota kelompok yang kita sebut sebagai pemerintah? Pemerintah terdiri dari para manusia-manusia yang dipekerjakan didalamnya. Manusia-manusia ini sama seperti manusia lainnya. Mereka bernafas, makan, dan minum. Mereka mementingkan diri sendiri sebagaimana manusia lainnya. Jika anda memaksa mereka memilih diantara dua kepentingan, kepentingan orang lain atau dirinya, sebagaimana manusia lainnya mereka akan mengedepankan kepentingan dirinya sendiri. Jangan pernah berkhayal bahwa pemerintah terdiri dari para malaikat. Mereka tidak ada bedanya dengan manusia lain. Hal yang membedakan anda dengan mereka adalah, mereka memiliki kekuasaan sebagai pemerintah.
Siapa anggota kelompok yang kita sebut sebagai perusahaan? Perusahaan terdiri dari manusia yang bekerja didalamnya. Mereka juga manusia seperti yang dijelaskan diatas. Mereka juga mementingkan diri sendiri. Sebagaimana pekerja pemerintah, mereka juga suka akan kesenangan. Sehingga bisa kita simpulkan, baik itu anggota pemerintah maupun anggota perusahaan semuanya manusia dan sama-sama punya kemampuan untuk berbuat jahat dan berbuat baik. Sebagaimana saya dan anda.
Apa kekuasaan yang dimiliki pemerintah? Pemerintah berkuasa untuk membuat peraturan, dan peraturan berkuasa untuk mengatur kehidupan. Pemerintah berkuasa untuk mengatur usaha-usaha penegakan hukum. Pemerintah membuat hukum yang menjamin ketentraman dan keteraturan dalam masyarakat. Pemerintah juga menjaga bertugas agar masyarakat mengikuti peraturan ini. Jika ada yang melanggar, pemerintah yang menjamin agar orang ini dihukum sesuai peraturan yang berlaku. Apa yang terjadi jika pemerintah gagal menjalankan fungsinya? Dalam demokrasi, kekuasaan datang dari rakyat. Rakyat bisa menghukum pemerintah ini dengan cara tidak memberikan kekuasaan pada kelompok pemerintah yang berkuasa. Tetapi proses penghukuman ini memakan waktu lama dan memakan biaya yang tinggi. Pemilu adalah cara mengganti pemerintah secara legal. Tetapi Pemilu tidak bisa dilangsungkan setiap hari. Jika rakyat memang sudah tidak bisa menahan amarahnya, mereka bisa turun kejalan, kekerasan bisa terpicu dan akan makan korban jiwa atau harta benda. Jadi usaha untuk menghukum pemerintah yang melanggar hukum sangatlah sulit.
Apa kekuasaan yang dimiliki Perusahaan? Kekuasaan perusahaan berasal dari pelanggannya. Perusahaan mengumpulkan uang, dan uang ini bisa menciptakan kekuasaan. Tetapi uang tidak datang dengan sendirinya. Uang ini tercipta, jika perusahaan secara konsisten melayani kepentingan pelanggan, orang yang ada diluar perusahaan. Apa yang terjadi jika perusahaan tidak menjalankan fungsinya dengan baik? Dengan gampang kita bisa melaporkan perusahaan ini terhadap pemerintah. Atau jika pemerintah tidak bisa menghukumnya, dengan gampang para pelanggan menghukum perusahaan tersebut. Bagaimana? Dengan berhenti menjadi pelanggan. Jika Telkomsel berhenti bekerja dengan baik, saya bisa dengan mudah menghukum Telkomsel dengan cara berhenti menjadi Telkomsel dan beralih menjadi pelanggan Indosat. Perusahaan adalah organisasi yang rentan. Anda mungkin berkata bahwa perusahaan banyak yang jahat. Tetapi anda perhatikan baik-baik, perusahaan yang jahat tetapi tetap bertahan, justru adalah perusahaan yang berlindung pada pemerintah. Mereka melekatkan diri mereka terhadap kekuasaan pemerintah, sehingga untuk menghukum mereka, kita perlu menghukum pemerintah terlebih dahulu, yang mana adalah hal yang sangat sulit dilakukan. Tetapi perhatikan perusahaan yang tidak berlindung pada pemerintah dan bersaing secara bebas. Dengan gampang mereka dijatuhkan dan bangkrut jika mereka gagal melayani kepentingan pelanggan.
Jadi, sekarang kita kembali ke pertanyaan diatas, siapa yang paling mungkin menjadi sumber kejahatan? Pemerintah atau perusahaan? Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita jawab dulu pertanyaan kedua; “siapa yang paling punya kekuasaan”? Jawabanya adalah pemerintah. Siapa yang paling sulit untuk dihukum jika tidak menjalankan fungsinya dengan baik? Jawabnya adalah pemerintah. Kita tidak mudah menghukum pemerintah jika mereka melakukan kejahatan. Pemerintah yang tidak bisa dikontrol kekuasaannya adalah pemerintah yang paling mungkin berbuat jahat. Jadi jika anda bertanya pada saya: SIAPA SUMBER KEJAHATAN PALING UTAMA DALAM MASYARAKAT? Jawaban saya adalah: PEMERINTAH. Bagaimana cara kita untuk menjinakan sumber kejahatan ini? Caranya adalah, DENGAN MENGECILKAN KEKUASAAN MEREKA DALAM BIDANG YANG TIDAK SEHARUSNYA MEREKA TURUT CAMPUR. Jika kita berikan pemerintah kekuasaan yang besar, mereka adalah kelompok yang paling gampang berbuat semena-mena. Jangan biarkan mereka berkuasa atas terlalu banyak aspek kehidupan kita. Biarkan mereka bekerja dibidang yang memang harus mereka kerjakan: Menciptakan peraturan untuk melindungi kepentingan tiap-tiap warga Negara. Tetapi jangan biarkan mereka menentukan kebijakan perdagangan. Jangan biarkan mereka mencampuri secara berlebihan, bidang ekonomi apa yang harus digeluti rakyatnya. Lebih banyak kekuasaan yang kita berikan terhadap pemerintah, maka kita memberika makan seekor binatang yang jika terlalu besar, bisa berubah menjadi monster yang kejam.
Kekuasaan pemerintah harus dibagi-bagi, agar tidak terpusat pada sekelompok orang. Dan kekuasaan yang dibagi ini pun, jangan diberikan terlalu banyak. Bagi saya, masyarakat yang ideal adalah masyarakat dimana pemerintah punya peran minim dalam ekonomi. Biarkan mereka mengurusi pembuatan peraturan yang melindungi hak warga Negara, tetapi jangan biarkan mereka mengambil bagian dalam kegiatan yang bukan tanggung jawab mereka. Karena jika pemerintah menjadi terlalu gemuk, pemerintah yang mengurusi semua bidang hidup manusia, adalah pemerintah yang bisa menjadi sumber kejahatan.

LIBERATOR!!! ARISE YE FROM YOUR SLUMBER!!!

oleh Juan Mahaganti pada 13 April 2011 jam 19:58
we need a stiffer measure for our movement!!! we need to be more radical!!! it is enough time for mencla-mencle! propagation of freedom and its teaching have to be brought to the grass-root level. Enough playing with the elite. People have to be educated! No more seminars and discussion! it can't reach the ears of ignorant!! so, our creed will be: PEOPLE ARISE AND LET THE STORM BREAK LOOSE!!! JOIN ME, INDONESIAN LIBERAL SOCIETY!!!!

Victory over "ME" (Khotbah Sabbath, 3 Maret 2011),,, baca ulang, rasa kita p diri ini munafik skali.....

oleh Juan Mahaganti pada 09 Maret 2011 jam 17:42
Two weeks ago, I was approached by Mr. Ephraim, informing that I will be the speaker for the coming Sabbath. So I directly prepared myself for this job. On that time, I was looking for a right subject to be delivered, and I know that for the whole week, last two weeks, all of our attention had been directed to only one issue. You still remember? Yes, DBL. And, as you remembered, that week is a wonderful week. Why? Because our team has gain a victory after victory. We even defeated our arch enemy, SMANSA, and one of another arch enemy, SMU Lokon, was defeated. And I believe also, our attention for the whole day (the day I will spoke), will be the FINAL VICTORY against Ebenheazer, that Saturday evening. The fact that we lost, but I know I was assigned for Saturday morning and we didn’t know the result yet, so I think, hmmmm, why didn’t we talked about VICTORY. And victory seems to be a good topic, because the fact that all of us love victory, don’t we? Who doesn’t? And I believe many of us on that day, was preparing our self for the final victory!!! The day that we always long for, when our team lift up the DBL trophy, mmmmm.
I don’t believe in accident. I believe that everything happened by purpose. So the fact that Mr. Trao mistakenly informed me about my schedule, was by purpose of God, so I can easily get my topic. So for that, Hallelujah! If Mr. Trao informed me correctly, I will be confused with my effort to find a topic.
First, let me tell you that all of us here are created to be a victor. I have a friend name Victor, but I believe people with other name also are the victors. You, you, you, all of us are created to be a victor. As you recalled your biology class, billions of “me” can be created, yet only one reach mother’s womb and come into being. And those wonderful being, those victors, are now sitting right in front of me. Latter in our life, we face a competition, and this competition can vary, started from a small thing, like winning a Playstation game, arguing whose football team is the best, dispute regarding something, marathon race, who is the best in the class, who get the biggest piece of cake, who is the most handsome, who get that girl/boy, who has the longest spit, who win the monopoly game, etc. etc.
In every competition, we have competitor or competitors. Our aim in that competition is to defeat that competitor, and to make sure the end result is we become the victor. We can use different term with this competitor. Some use the word, enemy. Other use the word “opponent”, or “antagonist” or “other side” or “other team”. However, allow me to change our mindset first. Have you ever heard an expression “I am my worst enemy”? Myself is my own enemy. Why I say, this statement is about changing our mindset, because for many of us, enemy is the word we used for others, not our own self. So, look at the mirror and say, you are my enemy. Now, let us contemplate for some minutes, think about all the problems that we have right now. Now, think about who cause that problem. Ok. Believe me, you will be tempted to find a scapegoat, oh, Mr. X have forced me to do this and that, or, Mrs. X is so mean and uncompromising and I was forced into this position. I was not supposed to get this treatment, she or he is the one who is the one to be blamed. But, try to think deeper, farther, and wider, who is the real source of that problem. Interesting enough, if you look at the real source, if you are willing to know the real truth, YOU JUST SIMPLY LOOK INTO THE MIRROR. I was in that kind of situation many time! First, I make a mistake, then I was looking for a scapegoat, and instead of finding a solution, I ended up for making more problems. Another problem (the bigger one) arise, instead of solving the problem, we find no solution, but find a new enemy or enemies. The funny thing is, we don’t realize that the real enemy is actually our own self, like Michael Jackson said, “I’m starring to a Man in The Mirror”. Take for example, I was assigned for a job, and I was careless, and I let my job unfinished, and I blame other (Mr. Eman) for not explaining to me the real situation and the chess competition couldn’t be started on time.
Why is it happened? The center of the problem is, we let our lives only lies on three person; first “my own self”, second; “I”, the third; “me”. There is a throne in our heart and we let no one else sits there, but the king name “”. It’s all about me, me, and me. Like a noodles commercial said; Mi mi mi mi terus, yang lain dong. NO, no place left for others, it’s only for me. My place, my position, my privileges, my own interests, my needs, my wants, my money, my desire, my pleasure. And that big me, getting bigger in our heart, and that king rule from his throne within my heart, and turn into a dictator like Marcos, or Soeharto, or Husni Mubarak or Muamar El Qhadafi. All of my deeds are only about one thing, to please the almighty king inside my heart, King Me.
What will be the end result? When you let this “ME” rule over you, you will see that you’ll get lost. You will now follow, what is “pleasing” ME, not pleasing other, or pleasing God. And that me, will be addicted to power, and addicted to what pleasing me, and when something, someone, some bible passage, some advice, stand between me, and “the will of ME”, we will be angry, jealous, irritated. So nothing is wrong for me anymore. Narcotics, if it is pleasing ME, no problem. Drunk, smoke, sexual desire, cheating, stealing, lying, if all those things pleasing ME, no problem. And now, who win? Yes, ME. But is it a real victory? King ME, inside my heart, commanded that, I have to win a competition. But my opponent is strong, so to fulfill the will of King Me, I have to cheat. Should I cheat? No problem, as long as the will of King Me was fulfilled. So I cheat, I win, but in the deeper truth, I actually lose. And by cheating I actually creating more problems that will culminates and getting bigger and bigger until suddenly I was shocked with the situation. What should I do? King Me said; Don’t blame “ME”, blame others, and by then we create enemy, and create more enemies, and create more problem, and we ruin our lives. Did I speak a truth? I have seen it in my own life. I believe I am the most sinful, unworthy, despicable, immoral human being by any moral standard. I was a sinner and I know sin and how to be sinful. And what I noticed, from every sin that I have committed, I never gain anything but a joyful sensation, that was temporary that actually will haunted me, gain me nothing, give me nothing but a worry heart, stress, disease, anything negative the word can ever described. I tell you, no sin that was enjoyable. It is temporary enjoyable but permanently distressing. It just like making a tattoo, a permanent mark of temporary foolishness. I have some friend who have tattoo, and I always like to tell them; “man, that tattoo is so good, it will remind you forever, what a stupid man you were.” But I can’t tell it directly. I just can’t. Young man, you can sometime see that sin is nice, but I tell you, don’t ever try it, believe me, it brings nothing but a deep stress. Lies cause someone to tell more lies. Narcotics, drinking and smoking create an addiction. All are a short term solution, that will create a long term problems. Free sex creates nothing but self-depravation, self-humiliation, self-depreciation, ended up with stress, disease. Some foolish may say that life is too short to be passed by being pious and good. But I tell you, if you live a sinful life, first you will live shorter, then you will live it with full of distress until you fell it to be too long. In conclusion, life in a sinful life, a life when you let KING “ME” rule over your heart, is a problematic life. A life in emptiness. A life without passion and hope. A life full with problems and despairs.
So, how to solve this problem? How to defeat this ME? First, you have to overthrow him from his throne. Then, you have to replace “ME” with someone else. Now, let me tell you, there are a lots of people out there that can be your option as a replacement for “ME”. Sometimes, you can see a superstar, an idol, or someone else available in a worldly marketplace can offer. You can pick any world Sage, Buddha, Confucius, Karl Marx, Adolf Hitler, or anyone to replace this “ME”. But today, I want to offer you another person. A simple man, who will be your guide. He is not a country leader, he is not a world superstar (although there is a movie branded Him as a Superstar). He is a simple man, born in a remote place, from a simple family, not from a rich one like most of you. He was just a carpenter, surrounded by his follower who mostly a fisherman. A man that called himself not only will show you a way, but a man called Himself as THE WAY; The way, The truth, and The Life. That man is Jesus. Let Him rule over your heart. Once you let Him rules, don’t let that ME threatened his rule. Jesus gives a guidance. When he thought how to pray, He said; “Lead us not into temptation, but deliver us from evil.” In other word, he said, “hey, mind where your heart leads you.” Is it ME is leading me? My own will, or His will? He didn’t said “Deliver us from Evil, but lead us not into temptation.” It will mean; God, keep me from evil, and I will follow you. No! He said; “Lead us not into temptation”. Help me choose a good way, then “Deliver us from evil.” Our action first, and he will do the rest. This is a proactive faith. We have to choose, ME, or God. Jesus in his own pray stated this word (Matthew 26:39); “O My Father, if it is possible, let this cup pass from ME, nevertheless, not as I will, but as YOU WILL.”
So, how to defeat that ME? First, we must take that ME out. Then replace with YOU(point your finger above, like when Kaka (Brazilian football player) make a score)! YOU, YOU, AND YOU. Not Me anymore. So, we have to change our mindset, and believe me, it is a very, very, very hard to do, to overthrow this big ME.
Now, we have learn that life centered with ME, will ruin our life, create more problem and distress. Now, I ask you to once again open our Scripture reading today, Psalm 119:9-16 (I stated before that I don’t believe in accident, but believe me, I got this verse by accident. Yesterday afternoon Mr. Trao approach me to ask about my scripture reading and I found this verse by random from the scratch material I get from Internet, yet, this verse I found very powerful and match with my discussion today). Now, change the verse with a life centered with ME:
“How can a man ruined his life? By taking heed according to MY OWN WORD. With my whole heart I have sought to MY OWN DESIRE; oh let me not wander from MY OWN COMMANDMENTS! MY OWN DESIRE I have hidden in my heart, that I might not sin against MY OWN LAW. Blessed am I, O JUAN MAHAGANTI! Teach me MY OWN STATUTES. With my lips I have declared all the judgments of MY MOUTH. I Have rejoiced in the way of MY TESTIMONIES, AS MUCH AS IN ALL RICHES. I will meditate MY OWN PRECEPTS, and contemplate MY OWN WAYS. I will delight myself in MY LAW; I will not forget MY OWN WORD.”
But what that scripture said, about fullness of life in a “God Centered” way?
Let us read it together:
Psalm 119:9-16 How can a young man cleanse his way? By taking heed according to Your word. With my whole heart I sougt You; Oh, let me not wander from Your commandments! Your word I have hidden in my heart, That I might not sin against You! Blessed are you, O lord! Teach me Your statues! Much as in all riches. I will meditate on Your precepts, and contemplate Your ways. I WILL DELIGHT MYSELF IN YOUR STATUES; I WILL NOT FORGET YOUR WORD.
You can say; “ah Juan, you are talking gibberish. I enjoy my life. “ But let me challenge you today. Just make an experiment, and try to live out of yourself and compare the result. You will be astonished with the changes. Like Blaise Pascal (the same man who invented the first computer) said: Follow yourself –ME- and do whatever that you want and you will ruin yourself. Follow God, and do everything that you want. Everything that you do will please yourself, God, and others.” That’s is the real happiness. Happiness in its fullness. Let all the glory only for HIM, not for ME. Amen!

Kenapa Jutaan Orang Suka Twilight?

oleh Juan Mahaganti pada 01 Februari 2011 jam 17:40
Segala hal membutuhkan penjelasan, segala hal layak mendapatkan ‘Kenapa?’. Itu kata National Geographic. Kalau orang gila makan batu, ok., pasti karena dia sakit otak. Tetapi apa yang terjadi jika jutaan orang mulai makan batu? Nah, kita perlu penjelasannya. Salah satu rasa penasaran saya terbesar saya, yang nantinya berujung pada obsesi, adalah mencari tahu jawaban dari pertanyaan fundamental ini; Kenapa Twilight bisa menjadi film yang laris, bahkan di Negara barat sekalipun???? Bayangkan, Twilight itu seperti tidak ada bedanya dengan sinetron. Cara bercerita yang bertele-tele… Ok. Tidak perlu diulang-ulang lagi, satu kesimpulan; Twilight adalah film yang tidak bisa saya nikmati dan saya tidak bisa menemukan satupun penikmat film sejati yang bisa menikmati Twilight. Hal tertolol yang pernan saya tonton. Menontonnya di bioskop selama dua jam adalah siksaan yang begitu berat. Tertidur adalah jalan keluar yang menyenangkan, tetapi saya tidak bisa tertidur karena memikirkan uang yang saya sudah keluarkan untuk menontonnya. Jadi selama menonton Twilight, hidup akan tersiksa ketika kita sadar maupun tidak sadar. Bayangkan, siksaan apa yang lebih berat dari itu? Dan saya harus membayar Rp. 25,000!!!! Belum termasuk “biaya kesempatan” yang saya dapatkan. KIRANYA TUHAN MENGAMPUNI DOSA MEREKA YANG MENYIKSA SAYA DENGAN TERPAKSA MENATAP FILM INI SELAMA 2 JAM!!!
PERTANYAAN!!!! Kenapa bisa jadi film terlaris? Itu akan mengkonsumsi waktu dan pikiran saya untuk menjawabnya. Setelah menimbang, mengingat, menelaah, melihat, dan meneliti dengan seksama, saya tiba dengan beberapa penjelasan:
GERAKAN EMANSIPASI SENI, FEMINISME CARA INDUSTRI FILM
Sebagaimana diketahui, wanita adalah penikmat seni yang tidak terlalu serius sedangkan pria adalah makhluk yang suka serius dalam segala hal, berbeda dengan wanita. Karena itu, banyak wanita yang jago tapi tidak terlalu professional, dan pria sebaliknya, banyak yang professional tetapi sedikit yang jago. Contoh dalam urusan memasak. Berapa wanita yang pintar memasak? Hampir semua wanita bisa memasak. Banyak yang memasak dengan luar biasa enaknya, wanita adalah pakarnya memasak. Tetapi berapa wanita yang menjadi Chef? Cedikit cekaleeee!. Pria itu sebaliknya. Berapa pria bisa memasak? Terhitung dengan jari kan? Tetapi hampir semua Chef adalah pria. Ini sudah kodrat agar wanita bisa membantu Pria menangani hal-hal kecil (menjadi sekretaris, atau ibu rumah tangga, dll) agar pria bisa professional dan mengerjakan segala hal dengan serius. Mungkin itu sudah ada dalam hormone, dan software otak kita. Oleh karena itu, jangan heran jika kita menemukan banyak wanita tidak terlalu peduli dengan hal-hal yang sangat serius seperti politik, keadaan Negara, filsafat, dll. Saya tidak katakan semuanya demikian, (saya penikmat Ayn Rand, salah satu filsuf terpintar menurut saya), tetapi itu kecenderungannya. Statistiknya menunjukan demikian, tetapi bukan berarti 100% demikian.
Jadi, wanita itu juga tidak serius dalam menikmati film. Jadi jangan heran jika wanita itu menyukai sinetron dan ibu-ibu adalah pangsa pasar utama sinetron. Kalau mereka lihat cowonya guanteng, ceritanya romantic, walaupun tidak berseni, mereka enjoy-enjoy aja. Mereka tidak peduli, yang penting enjoy aja. Seperti anak-anak pecinta Star Wars, mau ceritanya gimana kek, yang penting seru, tonton aja. Dan lama kelamaan jadi obsesi. Jadi jangan heran kalau demikian juga halnya yang terjadi dengan ni Toilet Saga (eh, Twilight Saga, sory). Twilight mempergunakan seni ini dengan sebaik-baiknya! Mereka menggunakan romantisme yang sangat-sangat disukai wanita. Semakin lebay, semakin baik. Wanita bisa melihat adegan ciuman ratusan kali dan tidak pernah bosan. Mau ciuman, lalu ngga jadi ciuman. Mau ciuman lagi, ngga jadi ciuman lagi, cium, dicuekin, ngga dicium, jual mahal, lagi, lagi, dan lagi, dan wanita bisa melihat adegan ini ribuan kali dan tetap mampu menikmatinya. Dan wanita sangat menyukai romantisme. Beda dengan kita para pria.Wanita sangat peduli dengan romantisme.
Dalam kerajaan binatang, setiap pejantan harus mampu menggoda sang betina, dan betina meikmati “pertunjukan” khas jantan. Coba tonton di Nat Geo, dan lihat tuh para burung-burung. Burung pejantan harus teriak-teriak, lompat-lompat, bulunya terkembang kekiri dan kekanan, jingkrak-jingkrak untuk dapat betina, dan betina menikmatinya dan memilih yang terbaik pada akhirnya. Pejantan yang terbaik mendapatkan “kehormatan” untuk dijadikan pembantunya dalam meneruskan keturunan. Dalam dunia manusia, ini mungkin romantisme itu. Wanita tidak akan mudah memberi segalanya, teapi melalui proses bertele-tele dan panjang yang apda saat ini terselubung dengan istilah romatisme. Wanita sangat suka pengorbanan, sipria yang melakukan apapun. Tetapi tidak semua pria mau melakukannya, dan imajinasi inilah yang coba ditawarkan oleh Toilet, sory, Twilight.
Dalam Tulalit, (ups, salah lagi), Twilight, ada seorang PRIA SEMPURNA, yang MAU MELAKUKAN apapun. Udah sempurna, mau melakukan segalanya lagi. Wuidih wuenaknya. Pria suka kerumitan dan aksi, makanya kita suka Star Trek, Star Wars, Indiana Jones, dll. Tetapi wanita suka pengorbanan, romantisme, dan, COWOK TAMPAN.
Wanita adalah makhluk yang terus terang. Berbeda dengan pria. Saya pernah menonton wawancara Ayn Rand dengan Robert Donahue. Rand berkata bahwa pria itu makhluk munafik. Ketika kita bermain baseball dan lecet, kita tidak akan bilang sakit, tetapi kita hanya smirking, senyum licik. Walaupun kita rasa sakit, kita tidak mau jujur. Berbeda dengan wanita. Mereka berterus terang dan apa adanya (kecuali menyangkut masalah “romantisme” alias “biarkan pejantan jingkrak-jingkrak dulu baru kita jadikan pasangan”). Kalau sakit, mereka bilang sakit, kalu jelek, jelek. Dan kalau Tampan, Tampan. Makanya jangan heran tidak ada pria berkumpul dan bawa bawa spanduk dan poster untuk menyambut selebriti idamannya, walaupun itu Carmen Electra atau siapapun. Kita para pria tidak bisa melakukannya, karena kita memang gengsi dan tidak suka berterus terang. Kita akan berterus terang kalau kita sudah cinta, tetapi ketika kita tidak cinta, kita tidak akan pernah mengakui kecantikan atau ketampanan siapapun. (berbeda dengan wanita, kalau belum cinta mereka ngga tau diri, ngefans-ngefans, bilang guanteng kiri-kanan, tetapi datang pada penjajakannya, eh, maunya romantisme, sipejantan disuruh jingkrak-jingkrak dulu, mana yang lebih munafik?)
Jadi, wanita itu kalau lihat cowok tampan, lututnya ngga tahan mau melompat. Kalau melompatpun tidak cukup, mereka akan penuhi dinding rumah mereka dengan poster-poster pria-pria tidak berguna. Mereka beli majalah, tabloid, foto, dll, untuk si cowo tampan. Nah, itulah yang terjadi dengan fenomena Tulalit (Twilight, red). Cewek suka cowo tampan dan akan mau membeli sesuatu, hanya untuk cowo tampan. Jadi gabungan dua hal ini: Pertama, romantisme lebay, cium, ngga jadi cium, cium, ada yang ganggu, cium, terlpon bunyi, tidur2an dirumput, adegan penyelamatan, dan semua romantisme lebay tidak berguna lainya. Kedua, Pria Tampan. Si Edward Culun (Cullen maksudnya), wuih, sok extra cool buanget. Ngga pernah senyum kecuali untuk Bela). Lalu si Manusia Serigala tuh, (lupa namanya), dibiarkan telanjang dada sepanjang film. Biar semua wanita (mulai dari anak2, remaja, sampe ibu-ibu) pada lebih geregetan. Dibiarkan mereka selama tiga jam ngga pake apa-apa selain sepotong jeans. (Tapi lucunya, setelah mereka transformasi jadi serigala, jeansnya ilang. Transformasi jadi manusia, jeansnya nongol lagi. Hehehe, mungkin untuk menghindari pelanggaran UU Anti Pornografi).
Jadi saudara-saudara, jelaslah bahwa tidak dapat disangkal lagi bahwa Twilight adalah sebuah film yang ditunjukan untuk wanita! Jadi jika ada pria menikmatinya, mungkin dia memang dari sononya penikmat sinetron, atau, memang dia suka menikmati twilight sebagaimana layaknya dia suka menikmati produk khusus wanita yang lain.
Nah, Kembali ke pertanyaan awal; kenapa Twilight bisa laris muanis? Jawabannya adalah: munculnya sebuah industry film dengan target market khusus wanita. Dan jumlahnya sangat besar. Semenjak awal sejarah film, semua film yang kita sebut sebagai “mainstream” alias arus utama, selama ini sebenarnya ditargetkan untuk penggemar film dari gender Pria. Lihat daftar film terlaris dunia semenjak tahun bahuela. Star Wars, Indiana Jones, Jaws, Alien, Terminator, dll, semua franchise ini menargetkan Pria. Karena memang kita sadar atau tidak, industry film adalah industry mahal dan dibutuhkan profesionalisme dan dukungan dana tidak sedikit dan membutuhkan pengembalian dana yang besar untuk bertahan, dan ini semua hanya bisa disokong (selama puluhan tahun) oleh para konsumen pria. Konsumen wanita dibiarkan terlantar dan tidak dipedulikan kemauannya dan dibiarkan saja menikmati Drama Televisi, yang memang industrinya jauh lebih kecil dari idustri film, yang memang dikuasai oleh para pria.
Tetapi apa yang terjadi belakangan ini menunjukan sebaliknya. Wanita adalah pasar baru untuk industry film yang belum digarap dengan serius dan Twilight memanfaatkannya dengan sangat baik. Wanita bangkit dan memulai bagiannya sendiri dalam sejarah film. Twilight ditulis oleh wanita, sutradara pertamanya adalah wanita, dan pasarnya untuk wanita. Dalam istilah marketing, film khusus wanita ini seperti blue ocean, masih tenang dan tanpa saingan, dan disini, uang dari milyaran wanita bisa dipanen. Dan dalam genre baru ini (cerita model sinetron yang dirancang khusus wanita), Twilight belum punya saingan. Dan inilah sumber utama milyaran dolar untuk Twilight.
Seandainya saya punya uang milyaran rupiah,dan mau bikin lebih banyak milyar lainya, saya akan gunakan uang itu untuk membuat sebuah film. Film ini kisahnya tentang seorang wanita tolol dan tidak diinginkan, tetapi nantinya akan jadian dengan pria tampan. Pemeran priannya adalah Justin Beiber, dan untuk menghemat biaya, wanitanya adalah artis yang masih murah, sutradara dan penulis ceritanya Ram dan Shuker Punjabi. Tetapi, saya yakin seyakin yakinya, DENGAN JUSTIN BEIBER SEBAGAI PEMERAN UTAMANYA, WALAUPUN CERITANYA SERAMPANGAN, PASTI LUARIS MUANIS SEPERTI TOILET, EH, TULALIT, mmm, maksudnya TWILIGHT.