Friday, August 26, 2011

Dosa I


oleh Juan Mahaganti pada 17 September 2009 jam 14:46

Kasih karunia menyertai kamu dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus Kristus, yang telah menyerahkan diri-Nya karean dosa-dosa kita, untuk melepaskan kita dari dunia jahat yang sekarang ini, menurut kehendak Allah dan Bapa kita. BagiNyalah kemuliaan selama-lamanya! Amin – Galatia 1:3-5 –

Catatan ini adalah intisari dari tambahan hikmat yang saya peroleh dari buku “Mere Christianity” oleh C. S. Lewis (belum ada terjemahan bahasa Indonesianya, penerbit mana nih yang mau nerjemahin? Buku ini bagus lho), “Not the Way It’s Supposed to Be” oleh Corrnelius Plantinga, Jr. (untuk lebih lengkap tentang ajaran Kristen mengenai Dosa, baca buku ini) dan “Doktrin Yang Sulit Mengenai Kasih Allah” oleh D. A. Carson (untuk lebih lengkap tentang ajaran Kristen mengenai Kasih Allah, baca buku ini, tetapi bahasanya bikin pusing, mendingan baca Alkitab dech), dan Alkitab (Sudah diterjmahkan dalam banyak bahasa, siapa yang belum punya, kasih alamat, nanti semampu saya, saya kirimi). Begitu juga dengan begitu banyak rekaman seminar dari Veritas Forum dan Ravi Zacharias International Ministry. Tetap dukung mereka dalam doa, dan dalam segala kemampuan kita, untuk menyebarkan Injil Yesus Kristus keseluruh dunia.

Salah seorang teman saya, ketika dia berdoa, selalu membukanya dengan kata “Tuhan yang Maha Kuasa, Maha Tahu dan Maha Kasih disorga.” Memang inilah sifat Allah itu, Dia Maha Kuasa, segala hal ada di bawah kuasaNya. Dia Maha Tahu, Dia tahu apa yang sudah, sedang dan akan terjadi. Bahkan Dia tahu, apa yang terjadi seandainya kita melakukan bukan yang sudah kita lakukan. Dia tahu semua alternative paska kejadian dari semua kejadian, walaupun kejadian itu tidak terjadi. Dan tentu saja, Dia Maha Kasih. KasihNya lebih lebar dari samudera, lebih dalam dari lautan. KasihNya tetap tanpa berkesudahan.

Tetapi ada kenyataan yang tidak mengenakan yang kita alami di dunia ini. Anda nyalakan TV anda dan lihat saja apa yang sedang terjadi. Dosa yang dilakukan manusia dengan dampaknya yang mengerikan. Sehingga timbulah dalam pikiran kita, bagaimana bisa ada kejadian yang tidak menyenangkan ini, di bawah dunia yang katanya ada Tuhan yang Maha Kuasa, Maha Tahu dan Maha Pengasih. Dengan munculnya berbagai dosa dan penderitaan, kenyataan ini paling tidak akan menggoncang akal sehat kita untuk berpikir, apakah memang Allah Maha Kuasa, Maha Tahu dan Maha Pengasih? Bahkan otak kita bisa saja dituntun kearah logika paradox ini (yang sudah dikembangkan sejak berabad-abad lalu oleh banyak pemikir) :
1. Allah Maha Kuasa, Dia menciptakan segalanya! Dia Mengasihi yang diciptakanNya, tetapi tidakah dia tahu bahwa ciptaanNya akan melakukan pelanggaran nantinya? Owh, berarti Dia maha kuasa, maha pengasih, tetapi tidak maha tahu.
2. Allah Maha Tahu, Dia Maha Kuasa, tetapi Dia sengaja menciptakan makhluk yang nantinya akan melanggar perintahNya, dan mungkin saja melihat dari jauh akibat dari dosa ini berupa penderitaan manusia, tetapi kok tidak dicegah walaupun Dia sudah tahu? hmmm, berarti Dia tidak Maha Pengasih.
3. Allah Maha Pengasih, dan Maha Tahu. Dia tahu bahwa nantinya ciptaan ini akan berbuat pelanggaran, tetapi Dia tidak mampu mencegah pelanggaran ini, karena sudah terlanjur diciptakan. Aha!! Berarti Dia tidak maha kuasa.

Dari tiga point di atas, dengan kata lain, karena adanya dosa dan implikasi dosa berupa penderitaan, kita seakan-akan bisa melihat bahwa Allah itu bisa saja memiliki dua Atribut yang diucapkan teman saya dalam doanya, tetapi tidak mungkin ketiga-tiganya. Wah, bingung deh. Tetapi, ada beberapa jalan keluar dari masalah ini. Cara pandang kita tentang Allah (berdasarkan akar kepercayaan kita) akan sangat menentukan cara menjawab paradox ini (kedengaran pragmatis, tetapi saya bukan pragmatis). Beberapa jalan keluar paradox ini bisa seperti ini :

1. Tuhan Memang Tidak Tahu dan Tidak Maha Kuasa
Ok. Terkesan penuh humor, tetapi pada beberapa orang ini konsep yang dipercayai. Saya persilahkan anda untuk pergi ke Veritas.org dan download rekaman diskusi antara tiga kepercayaan, saya lupa pembicaranya, tetapi jika anda download, anda akan temukan disitu ada tiga pembicara masing-masing mewakili tiga kepercayaan berbeda; Kristen, Humanisme-sekularisme, dan Buddhisme. Ketika ditanya pertanyaan “apa pendapat masing-masing mengenai masalah kesengsaraan di dunia” sang Bikhu menjawab dengan sebuah cerita dari literature Buddhisme. Diceritakan bahwa, dahulu kala, ketika sang Buddha pada kehidupan sebelum dia mencapai pencerahan (sebelum dia menjadi Buddha), dia hidup sebagai seorang bijak (sage) dan seorang petapa yang hebat, sampai suatu hari dia bertemu dengan Tuhan sang pencipta alam semesta, yang dalam budaya India disebut Brahma. Buddha, kemudian berbincang-bincang dengan Brahma dan bertanya beberapa hal, termasuk penderitaan. Dihadapkan dengan pertanyaan ini, sang Brahma dengan singkat berkata “Aku tidak tahu.” Sang Brahma melanjutkan; “Aku menyayangi manusia, tetapi aku tidak tahu kenapa semua jadi begini, dan Aku tidak bisa memperbaikinya. Tetapi, suatu saat nanti, kamu (sang Buddha) akan mengetahui jawabannya. Dan ketika engkau mengetahui jawabannya, aku minta kamu lakukan dua hal. Pertama, datang dan beritahu aku. Kedua, beritahu semua umat manusia agar mereka bisa bebas dari masalah ini.”

Ok. Bisa diterima dengan akal bukan. Dunia menjadi seperti ini, karena memang, Tuhan tidak tahu. Bisa saja benar, bahwa Dia memang tidak maha Tahu dan tidak Maha Kuasa. Tetapi apa implikasinya keadaan Tuhan yang seperti ini bagi hidup kita? Pertama, saya akan meninggalkan semua hal duniawi dan pergi bertapa, agar saya terbebas dari masalah (seperti yang dilakukan sang Buddha). Cara kedua, yang paling gampang, adalah memilih cara yang paling nyaman untuk bunuh diri. Ya!! Karena tidak ada harapan lagi. Dunia ini penuh kejahatan dan dosa dan penderitaan yang adalah hasil dosa, dan bahkan Tuhan sendiri dipusingkan dengan dosa, maka yang bisa saya lakukan adalah lari dari dunia ini. Hidup saya didunia ini adalah tidak ada artinya sama sekali, dan kalau sudah begitu, apa gunanya saya hidup? Yaah, kalau saya nantinya berreinkarnasi, mudah-mudahan saya sekarang sudah mengumpulkan karma baik sehingga dilahirkan menjadi lebih baik (tetapi tetap didunia penuh dosa), tetapi kalaupun karma saya kurang, dan saya dilahirkan jadi babi, atau amoeba, atau bakter, tidak apa-apa, kan amoeba itu bukan tubuh saya yang sekarang, dan pikirannya juga bukan pikiran saya, jadi itu bukan saya. Satu-satunya pertanggungjawaban moral dengan mengakhiri hidup ini adalah: kasihan orang-orang yang saya tinggalkan, dan kasihan si babi yang harus dilahirkan ke dalam dunia penuh dosa karena kematian saya. Tetapi apalah gunanya pertanggung jawaban moral? Saya sudah tidak ada, sudah terbebas dari segala hal, termasuk hidup didunia ini, dan terbebas dari pertanggung jawaban moral. Saya tidak perlu merasa bertanggung jawab, simply karena saya sudah tidak ada, saya merdeka.

Yah, ini tampaknya jawaban pragmatis, tetapi dalam beberapa budaya memang seperti ini. Seperti contohnya dalam Film “God Must Be Crazy”, dimana begitu banyak masalah yang datang karena benda yang dikirim Tuhan, dan sang tokoh utama berkata : Hmmm, apakah Tuhan pasti gila?

2. Tuhan Maha Kuasa, Maha Tahu, tetapi tidak maha kasih.
Dalam film “Constantine” (diperankan oleh Keanu Reeves), dalam salah satu dialog, Constantine berusaha meyakinkan sang pemeran utama wanita agar mau ikut dengannya, dan berkata, “coba bayangkan, Tuhan membuat perjanjian dengan iblis, untuk saling berebut hati manusia…. Untuk apa? Entahlah, mungkin untuk bersenang-senang.” Inilah alternative jawaban berikut atas masalah dosa. Bahwa Tuhan menciptakan kita, mungkin hanya untuk kesenangannya. Seperti anak kecil yang bermain permainan labirin, dan menempatkan tikus di dalam kotak labirin, dan melihat, apakah tikus memilih lorong A atau lorong B, dengan setiap lorong memiliki ganjaran masing-masing. Einstein pernah berkata bahwa “Aku tidak pernah percaya bahwa Tuhan bermain dadu dengan dunia,” tetapi kalau kita ambil alternative jawaban ini, tampaknya memang Tuhan bermain dadu dengan manusia, atau Dia memperlakukan kita sebagai mainan. Dia menciptakan kita, dan melihat dari jauh, apakah kita akan mengikuti Dia, atau mengikuti iblis, tetapi dia tidak mau ikut campur, karena kalau ikut campur, akan mengurangi keasyikan permainan. Beberapa agama tampaknya memilih jawaban ini, dengan berkata; Ah, itu sudah kehendak Tuhan, tidak usah cari tahu, Dia memang maha kuasa, “KEHENDAK TUHAN” memang sudah begitu. Dan dengan konsepsi Tuhan seperti ini, pernyataan “Tuhan begitu pengasih” kedengaran sangat-sangat absurd.

Hmm, bisa saja betul. Atau, andaikan anda bisa buktikan pada saya bahwa ini benar, apa implikasinya bagi hidup kita? Saya ingin bertanya; kalau memang ini jawaban atas masalah dosa, bahwa dosa sebenarnya adalah hasil permainan dadu, darimanakah penurutan kita terhadap Tuhan? Bagaimana kita bisa menurut padanya? Kalau memang inilah yang sebenarnya, tidak heran bahwa Constantine tidak pernah mau mengimani Tuhan, karena memang Dia tahu, bahwa Tuhan (seperti yang konon dia ketahui) memang tidak layak disembah. Sampai mati, Constantine mengabdi kepada Tuhan hanya untuk mendapat “tiket” ke surga, tanpa pernah mencintai Tuhannya. Walaupun, setiap hari Constantine dihadapkan dengan begitu banyak bukti magis kehadiran Tuhan, dia tidak bisa mencintai Tuhan yang seperti ini.

3. Tuhan yang tidak maha kuasa karena sedang bertarung dengan Iblis, kita sebut ajaran ini Dualisme

Dalam film Star Wars, terdapat sebuah bentuk kekuatan gaib bernama the Force. The force katanya bisa menuntun kita, memberi kekuatan, dan bahkan ketika para Jedi berpisah, mereka selalu mengucapkan “semoga Force bersamamu.” Tetapi ada hal yang lucu, karena Force itu ternyata ada sisi gelap, yang menuntun kepada kejahatan, kemunafikan, kedengkian, kemarahan, dan berbagai hal negative lainnya. Sehingga ternyata Force yang terang, sedang bertarung dengan force yang gelap dalam memperebutkan hati manusia. Seperti inilah ajaran Dualisme itu, bahwa Tuhan sedang bertarung dengan Iblis, Dia tidak maha kuasa, karena pada beberapa saat, kejahatan berhasil menguasai manusia, dan memang pada beberapa kesempatan, Tuhan berhasil merebut manusia, tetapi tetap ada kesan pembatasan akan ke Maha Kuasaan Tuhan disana. Hmm, bisa saja ajaran ini benar, tetapi sekali lagi, apa implikasi bagi hidup saya jika ajaran ini benar? Wah, pasti luar biasa! Ternyata pikiran saya adalah benda berharga yang diperebutkan oleh dua kekuatan ini. Tetapi apa yang bisa saya harapkan oleh konsep Tuhan yang seperti ini? Segala hal di alam semesta ini ternyata tergantung pada saya, siapa yang saya pilih. Jadi, pusat alam semesta adalah saya. Dan pertanyaanya, lalu kalau sayalah pusat alam semesta, lalu untuk apa sang pencipta menciptakan saya? Hanya sebagai tempat ajang kompetisi? Dan betapa anehnya sang pencipta tersebut, yang mampu mencipta tetapi tidak mampu mendominasi.

4. Agnostisisme
Agnostisisme bertumpu pada kepercayaan bahwa kita sebagai manusia, tidak mampu mengetahui keberadaan Tuhan. Sehingga menurut Agnostik, keberadaan Tuhan itu bisa saja tidak ada, atau kemungkinan ada sangat kecil. Begitu banyak pemikir besar mempercayai ini; Einstein, Huxley, Hume, Kant, dsb. Pemikiran Agnostik bisa saja menuntun kepada Atheisme. Dan apa implikasi dari pemikiran ini? Tentu saja, kita kehilangan patokan moral. Apa yang baik dan apa yang jahat tidak akan Nampak bagi kita. Hidup tidak berarti dan segala hal menjadi relative. Yang bisa kita lakukan adalah membiarkan hidup mengalir, menjadi orang baik sudah cukup. Tetapi apa yang baik ketika semua menjadi relative? Hidup menjadi tanpa arti tanpa kehadiran sang Pencipta, dan ini adalah cara paling baik untuk menghindari argument paradox yang saya sudah ajukan diatas. Tetapi tampaknya dengan beberapa argument, agnostic belum tentu bisa dibenarkan.

5. Argumen Kristani.
Sebelum saya melompat lebih jauh, saya harus ingatkan saudara, bahwa pembahasan ini akan sangat panjang. Saya akan mulai dengan pertanyaan; Apa itu dosa? Lalu, apa implikasinya bagi kita? Dan setelah itu, kita akan coba menjawab; apa yang bisa saya lakukan (atau Tuhan akan lakukan) agar saya bisa keluar dari implikasi dari dosa. Terakhir, setelah mengetahui apa akibat dan jalan keluar dosa, apa pengaruhnya bagi hidup saya. Dan dalam pemaparan tersebut, sambil saya akan berusaha memberikan jalan keluar dari paradox diatas. Pada saat pertama kali menulis, saya berasumsi saya bisa membahasnya secara singkat. Tetapi setelah belajar lebih jauh, saya menyadari bahwa perlu pemikiran yang keras, membaca, mendengar dan mencari tahu yang lebih dalam tentang hal ini. Dan lebih dalam saya belajar, lebih saya memuliakan Tuhan yang begitu Maha Kuasa, Maha Tahu dan Maha Kasih ini. Mengingat panjangnya pembahasan ini saya sebaiknya membuat suatu catatan terpisah tentang hal ini.

No comments: