oleh Juan Mahaganti pada 17 September 2009 jam 14:57
5. Tuhan Memang Maha Kuasa, Maha Tahu dan Maha Kasih. Jawaban Kristiani.
Bagian 1 : Natur Dosa
Apa itu dosa? Tentu saja setiap agama berurusan dengan masalah dosa. Tetapi banyak ajaran agama mendekatinya dengan pendekatan terlalu sederhana, dan kenyataan yang kita hadapi sehari-hari tidaklah sesederhana pemikiran beberapa orang. Kenyataannya, hanya Kristenlah yang melihat bahwa dunia ini sebenarnnya indah dan karena keangkuhan kita manusialah dunia ini menjadi seperti yang tidak selayaknya. Begitu banyak kebaikan, tetapi pada saat yang sama ada begitu banyak kejahatan yang menimbulkan begitu banyak penderitaan. Dengan kenyataan ini, menelan ide kekristenan tampaknya adalah hal yang sangat sulit. Jauh lebih mudah menerima ide bahwa tidak ada yang menciptakan dunia ini, bahwa dunia ini telah melalui sebuah proses, sangat lama dan entah bagaimana, sehingga menjadi seperti sekarang ini. Atau lebih mudah menerima ide, Tuhan yang angkuh diatas sana, yang mana semua terjadi atas kehendaknya, tidak perlu kita tanyakan lagi. Tetapi sekali lagi, ide tersebut sama sekali bukan Kristiani, karena dalam Alkitab kita temukan, bahwa Allah bukan hanya sekedar pengasih, Dialah Kasih itu sendiri (1 Yoh. 1:8).
Ok. Kembali ke pertanyaan awal, apa itu dosa? Sebagaimana begitu banyak pengertian akan sesuatu, datang dari akibat dari sesuatu tersebut, untuk mengerti lebih dalam tentang dosa, ada baiknya kita melihat akan akibatnya. Dalam ilustrasi dalam bukunya, Platinga memberi contoh tentang seorang ayah yang bertanggung jawab, dan penuh kasih pada tiga anak perempuannya. Dirumahnya terdapat sebuah shotgun dan pada malam hari datang seorang pencuri yang berencana mencuri dan memperkosa ketiga anaknya. Akhirnya sang pencuri dibunuh oleh sang ayah. Pertanyaanya sekarang; apakah sang ayah telah berbuat dosa? Platinga mengambil berhalaman dan begitu banyak kata agar kita bisa mengerti akan dilemma sang ayah, secara moral Kristiani, secara hukum dan secara etika. Secara hukum, sang ayah bisa saja dibenarkan karena dia membela anaknya. Tetapi secara moral, dia bersalah, yah karena dia sudah membunuh. Lalu bagaimana ketika penghakiman nanti? Apakah dia akan sangat disalahkan atas dosa ini? Untuk jawaban itu, kita semua tidak tahu karena penghakiman Allah adalah adil. TEtapi satu hal yang pasti, dia berdosa.
Tetapi kenapa dia berdosa, bukankah dia dipaksa untuk berdosa? Dosa adalah penyakit (secara metafora) dan mendatangkan penyakit (secara literal). Sangat jarang sekali, dosa dilakukan satu kali. Ketika anda mengingini, anda berdosa, lalu anda mencuri, dosa lagi, lalu anda berbohong didepan orang, anda berdosa lagi, lalu anda ketagihan mencuri, anda berdosa lagi, lalu anda menjadi pakar mencuri, dan mencuri lagi, sehingga suatu hari anda terpaksa membunuh, dan berbohong, dan mencuri, dan menjadi malas, dan berbohong lagi, terus menerus, semua karena satu dosa awal yang berkembang menjadi liar, seperti kotak Pandora yang terbuka. Seperti virus yang masuk ketubuh anda dan beranak pinak didalamnya. Dosa sangat sulit dilakukan sekali, dan sekali berdosa, anda membuka kesempatan sebesar-besarnya untuk dosa yang lain. Lalu sifat universal kedua dari dosa adalah; sebuah dosa akan menyebabkan dosa yang lainnya. Dosa adalah penyakit yang paling berjangkit. Ketika kita berdosa pada orang lain, semua itu akan menciptakan dosa-dosa yang lain. Contoh yang paling saya sukai adalah Pentalogy “Silence of The Lamb” dan sebelum film terakhir diliris (yang menceritakan kehidupan awal Hannibal Lecter) kita tidak pernah tahu apa sebenarnya yang menciptakan monster kejam ini. Ternyata, Lecter adalah hasil kekejaman Perang Dunia 2, yang perang dunia 2 adalah hasil dosa sebelumnya, dan dosa sebelumnya, ddsb (dan dosa sebelumnya). Hannibal Lecter nantinya akan menciptakan dosa lain, yang ceritanya diperumit di film lanjutan berjudul “Hannibal”. Jika kita lihat, semua dosa didunia ini adalah akibat dosa sebelumnya. Murid yang menyontek, karena kemalasan. Kemalasan datang dari kegagalan orang tua, kegagalan mungkin datang dari ketamakan berlebihan akan uang, ddsb (dan dosa sebelumnya).
Tetapi kekurangan besar kita adalah kita gagal melihat akibat dan berhenti mencegahnya, melainkan kita membalas dosa dengan dosa lain dan hasilnya lebih banyak dosa yang datang, lebih menumpuk dan menuju hasil yang mengerikan. Ketika puncaknya dicapai, kita bergidik, tetapi berikan kesempatan iblis datang lagi, dan kita mulai lagi dari awal dalam akumulasi dosa. Lagi kita membalas dosa, menciptakan lingkaran setan yang baru, membalas dosa dengan dosa. Platinga berkata, kita pintar dalam melihat konteks (apa konteks dosa, pembunuhankah, pencuriankah, pemerkosaankah), tetapi kita sering gagal melihat motif (kesempatan mungkin, keterpaksaan mungkin, ketakutan mungkin), tetapi kita banyak gagal untuk mencari tahu apa yang dibalik motif (kesalahan si korban mungkin, kesalahan kita mungkin, nafsu dari dalam hati, dsb). Sehingga ketika kita melihat kejahatan, maka kejahatanlah yang pertama menguasai diri kita. Ambil contoh ; Perang melawan terorisme. Ketika AS melaksanakan perang melawan terorisme, yang mereka ingat hanyalah 11 September 2001. Kemarahan memimpin hati mereka, mereka melabrak apa saja yang ada didepan mereka dengan slogan : “Dengan kami, atau lawan kami.” Tidak ada satupun yang sadar dengan kenyataan “apa yang sebenarnya menyebabkan orang-orang tersebut membenci kita dengan sangat?” Apa yang menyebabkan mereka begitu gila sampai mau menabrakan diri dengan pesawat? Tidak ada yang bertanya demikian, tetapi mereka membalas dosa, dengan lebih banyak dosa, sehingga lebih banyak darah yang tertumpah, lebih banyak penderitaan yang diciptakan.
Begitu juga dengan para fundamentalis Muslim. Ketika mereka mendengar Amerika, yang mereka ingat hanyalah penindasan sesama Muslim oleh orang Israel, yang diusir dari rumah-rumah mereka dan begitu banyak cerita mengerikan lagi dari Timur Tengah, sehingga mereka merasa harus membalas dosa ini, dan menyesalnya mereka membalas itu dengan dosa lain, yang nantinya akan menimbulkan lebih banyak dosa. Sekarang beralih kepenyebab lebih awal, yaitu Negara Israel. Ketika mereka melihat tanah Palestina, yang teringat dalam pikiran mereka adalah penyiksaan selama ribuan tahun dan mencapai puncaknya ketika Holocaust. Kata mereka mungkin: 6 juta dari kita sudah dibantai, dan jutaan lainnya berabad-abad sebelumnya, sehingga inilah tanah yang dijanjikan bagi kita, mari kita rebut dengan berbagai cara, apakah itu dengan membunuh, menghancurkan kedamaian, apapun biayanya kita harus rebut. Bayang-bayang dosa orang lain yang diperlakukan pada mereka, terngiangiang dan menjadi penyemangat mereka untuk memasuki rumah-rumah, menipu, menjarah, merusak, membunuh dan berperang. Dan mari ke masa penyebab lebih awal; Awal dari Holocaust yang menyebabkan semua kekacauan diatas. Para pemuda-pemuda Jerman, dibawah pimpinan pengikut Nihilist bernama Adolf Hitler, dipompa semangatnya oleh pidato sang pemimpin tentang kekurangajaran yang dilakukan oleh Negara-negara barat dan persekongkolan Yahudi untuk menghancurkan bangsa mereka melalui perjanjian Versailles. Mereka direndahkan, sehingga ini saatnya balas dendam. Dan ketika geng bernama Naziisme ini berkuasa, mereka membawa misi balas dendam yang penuh kebencian, hancurkan, taklukan Eropa yang sudah menyengsarakan kita, dan bunuh semua Yahudi yang engkau temui, mereka penyebab kekalahan kita. Ok. Mari kembali ke penyebab sebelumnya, ketika ditanda tanganinya perjanjian Versailles. Para Negara pemenang merancang sebuah draf perjanjian yang adalah kombinasi dari Kemarahan, Balas Dendam, Kesombongan, Kegeraman tiada duanya, dan perjanjian ini akan punya satu tujuan; Menghancurkan bangsa Jerman sampai mereka menjadi abu. Tetapi dalam sejarah, kita lihat, kekejaman perjanjian Versailles, akan menciptakan kekejaman yang begitu mengerikan, dan menciptakan kekejaman berikutnya, dan berikutnya, dan berikutnya, dan seterusnya.
Nah, kalau saya ingin merunut jauh lebih dalam, tentu saja akan membutuhkan sebuah buku lengkap sejarah dunia untuk melihatnya. Dan percayalah, lebih kedalam kita melihat, lebih kebawah kita mempelajari, sebenarnya SELURUH RANGKAIAN SEJARAH DUNIA ADALAH KEGAGALAN KITA DALAM MELIHAT NATURE DOSA YANG SEBENARNYA. Sejarah kita adalah catatan keberhasilan iblis dalam memutar otak kita, dan dengan begitu berhasil, lagi dan lagi, menipu diri kita, membiarkan dosa menguasai hati kita dan bukannya Roh Allah yang menguasai diri kita.
Tentu saja saya tidak bisa memaparkan semua efek domino dari dosa ini. Yang saya bisa lakukan adalah menunjukan cukup bukti bagaimana dosa itu adalah sebuah rangkaian perbuatan yang punya akibat yang begitu merusak. Yang saya bisa rangkaikan adalah Perang terhadap terorisme, yang diakibatkan oleh perang dunia 2, yang diakibatkan oleh perang dunia 1 (ini hanya gambaran besarnya, anda akan temukan begitu banyak contoh kehidupan sehari-hari seperti kecanduan narkoba yang disebabkan oleh kesombongan si anak, yang disebabkan oleh perkelahian orang tua, yang disebabkan oleh kesibukan terlalu tinggi, atau mungkin perselingkuhan, ddsb). Pada perang dunia 1, saya berhenti, karena kalau kita berusaha menceritakan semua, maka catatan ini tidak akan selesai. Tetapi mari kita skip semua itu, dan beralih ke awal dari segalanya, awal dari segala dosa yang nantinya akan berjangkit, berlipat ganda, dan memberikan efek menakutkan ini. Ke “Causa Prima” dari segala dosa, ke akar dari segalanya. Sumber dari semua itu, dan anda bisa menemukannya di Alkitab pada kitab Kejadian Pasal 3. Inilah awal dari kejatuhan kita sebagai manusia. Ketika leluhur kita melakukan dosa pertama. Dosa pertama bukanlah dosa ingin cari tahu, bukan dosa sexual, bukan dosa penipuan, tetapi keangkuhan. Ya, keangkuhan Adam dan Hawa, agar mereka bisa menjadi sama dengan Allah. Dosa inilah yang menyebabkan sang iblis (Lucifer) dilempar dari sorga ke dunia, karena keinginannya untuk sama dengan Allah. Melupakan kodrat bahwa kita sebenarnya hanya ciptaan. Dosa keangkuhan Adam lalu menuntun kepada lepas tanggung jawab, lepas tanggung jawab menuntun kepada lebih banyak dosa. Pembunuhan, keangkuhan lagi, kekacauan lagi, pembunuhan, penipuan, pencemaran, dan seterusnya, dan disinilah kita, di abad 21, hidup di dunia yang penuh bergelimpangan dosa. Lihat disekeliling anda sekarang, dan dosa menjadi bagian hidup yang tidak terpisahkan, bahkan menjadi kebiasaan. Seperti kata Ravi Zacharias, tidak cukup dengan peraturan, kita memerlukan polisi, tidak cukup dengan perjanjian, kita memerlukan kontrak, semua hal-hal yang menjadi kebiasaan kita ini ada karena ketakutan kita akan kemungkinan sesama kita untuk berbuat dosa.
Dosa sudah menjadi satu mata rantai yang membingungkan, sudah menjadi jejaring yang begitu rumit, sehingga kita ditarik kedalam jaringan ini untuk memulai jaringan kita yang baru. Meminjam kata-kata Jerome (bukan St. Jerome, tetapi teman saya Jeremiah Inkiriwang dosa awal leluhur kita sudah menjadi MLM yang begitu besar, dengan pucuknya adalah leluhur kita sendiri. Ketika kita dilahirkan didunia kita hidup di tempat dimana dosa sudah begitu mendarah daging. Sehingga demikianlah yang disaksikan Paulus dan Yohanes : Kita semua sudah berdosa!
Sekarang, bagaimana dengan Tuhan. Bukankah Dia maha Kuasa, maha baik, maha kasih, maha tahu. Tidak bisakah Dia mencegah semua ini? Ada yang salah dengan Dia yang Maha baik ini, jika melihat keadaan dunia yang sekarang. Hmmm, saat ini saya sedang berusaha menjawab dari sudut pandang Kristiani, sehingga ijinkan saya mengatakan ini, serendah hati mungkin; hanya dalam Kristenlah kita bisa temukan sebuah rangkaian jawaban secara memuaskan dari masalah ini. Kenyataan bahwa Yesus yang mengaku sebagai Tuhan, yang mengaku bisa mengampuni dosa manusia dan kenyataan bahwa Dia mati dan dibangkitkan kembali, Doktrin bahwa Dia adalah Tuhan yang menjadi manusia, bahwa kematianNya membawa keselamatan, bukanlah hanya sekedar pengetahuan isapan jempol belaka. Bukanlah sekedar karangan manusia-manusia abad pertama yang terganggu jiwanya. Tetapi adalah sebuah manifestasi kebenaran sekaligus manifestasi Kasih Allah yang begitu besar atas keadaan dunia yang menyedihkan ini. Mengingat penjangnya penjelasan ini, saya akan menyajikannya pada catatan berbeda, yang mudah-mudahan bisa saya posting dalam waktu dekat.
Bagian 1 : Natur Dosa
Apa itu dosa? Tentu saja setiap agama berurusan dengan masalah dosa. Tetapi banyak ajaran agama mendekatinya dengan pendekatan terlalu sederhana, dan kenyataan yang kita hadapi sehari-hari tidaklah sesederhana pemikiran beberapa orang. Kenyataannya, hanya Kristenlah yang melihat bahwa dunia ini sebenarnnya indah dan karena keangkuhan kita manusialah dunia ini menjadi seperti yang tidak selayaknya. Begitu banyak kebaikan, tetapi pada saat yang sama ada begitu banyak kejahatan yang menimbulkan begitu banyak penderitaan. Dengan kenyataan ini, menelan ide kekristenan tampaknya adalah hal yang sangat sulit. Jauh lebih mudah menerima ide bahwa tidak ada yang menciptakan dunia ini, bahwa dunia ini telah melalui sebuah proses, sangat lama dan entah bagaimana, sehingga menjadi seperti sekarang ini. Atau lebih mudah menerima ide, Tuhan yang angkuh diatas sana, yang mana semua terjadi atas kehendaknya, tidak perlu kita tanyakan lagi. Tetapi sekali lagi, ide tersebut sama sekali bukan Kristiani, karena dalam Alkitab kita temukan, bahwa Allah bukan hanya sekedar pengasih, Dialah Kasih itu sendiri (1 Yoh. 1:8).
Ok. Kembali ke pertanyaan awal, apa itu dosa? Sebagaimana begitu banyak pengertian akan sesuatu, datang dari akibat dari sesuatu tersebut, untuk mengerti lebih dalam tentang dosa, ada baiknya kita melihat akan akibatnya. Dalam ilustrasi dalam bukunya, Platinga memberi contoh tentang seorang ayah yang bertanggung jawab, dan penuh kasih pada tiga anak perempuannya. Dirumahnya terdapat sebuah shotgun dan pada malam hari datang seorang pencuri yang berencana mencuri dan memperkosa ketiga anaknya. Akhirnya sang pencuri dibunuh oleh sang ayah. Pertanyaanya sekarang; apakah sang ayah telah berbuat dosa? Platinga mengambil berhalaman dan begitu banyak kata agar kita bisa mengerti akan dilemma sang ayah, secara moral Kristiani, secara hukum dan secara etika. Secara hukum, sang ayah bisa saja dibenarkan karena dia membela anaknya. Tetapi secara moral, dia bersalah, yah karena dia sudah membunuh. Lalu bagaimana ketika penghakiman nanti? Apakah dia akan sangat disalahkan atas dosa ini? Untuk jawaban itu, kita semua tidak tahu karena penghakiman Allah adalah adil. TEtapi satu hal yang pasti, dia berdosa.
Tetapi kenapa dia berdosa, bukankah dia dipaksa untuk berdosa? Dosa adalah penyakit (secara metafora) dan mendatangkan penyakit (secara literal). Sangat jarang sekali, dosa dilakukan satu kali. Ketika anda mengingini, anda berdosa, lalu anda mencuri, dosa lagi, lalu anda berbohong didepan orang, anda berdosa lagi, lalu anda ketagihan mencuri, anda berdosa lagi, lalu anda menjadi pakar mencuri, dan mencuri lagi, sehingga suatu hari anda terpaksa membunuh, dan berbohong, dan mencuri, dan menjadi malas, dan berbohong lagi, terus menerus, semua karena satu dosa awal yang berkembang menjadi liar, seperti kotak Pandora yang terbuka. Seperti virus yang masuk ketubuh anda dan beranak pinak didalamnya. Dosa sangat sulit dilakukan sekali, dan sekali berdosa, anda membuka kesempatan sebesar-besarnya untuk dosa yang lain. Lalu sifat universal kedua dari dosa adalah; sebuah dosa akan menyebabkan dosa yang lainnya. Dosa adalah penyakit yang paling berjangkit. Ketika kita berdosa pada orang lain, semua itu akan menciptakan dosa-dosa yang lain. Contoh yang paling saya sukai adalah Pentalogy “Silence of The Lamb” dan sebelum film terakhir diliris (yang menceritakan kehidupan awal Hannibal Lecter) kita tidak pernah tahu apa sebenarnya yang menciptakan monster kejam ini. Ternyata, Lecter adalah hasil kekejaman Perang Dunia 2, yang perang dunia 2 adalah hasil dosa sebelumnya, dan dosa sebelumnya, ddsb (dan dosa sebelumnya). Hannibal Lecter nantinya akan menciptakan dosa lain, yang ceritanya diperumit di film lanjutan berjudul “Hannibal”. Jika kita lihat, semua dosa didunia ini adalah akibat dosa sebelumnya. Murid yang menyontek, karena kemalasan. Kemalasan datang dari kegagalan orang tua, kegagalan mungkin datang dari ketamakan berlebihan akan uang, ddsb (dan dosa sebelumnya).
Tetapi kekurangan besar kita adalah kita gagal melihat akibat dan berhenti mencegahnya, melainkan kita membalas dosa dengan dosa lain dan hasilnya lebih banyak dosa yang datang, lebih menumpuk dan menuju hasil yang mengerikan. Ketika puncaknya dicapai, kita bergidik, tetapi berikan kesempatan iblis datang lagi, dan kita mulai lagi dari awal dalam akumulasi dosa. Lagi kita membalas dosa, menciptakan lingkaran setan yang baru, membalas dosa dengan dosa. Platinga berkata, kita pintar dalam melihat konteks (apa konteks dosa, pembunuhankah, pencuriankah, pemerkosaankah), tetapi kita sering gagal melihat motif (kesempatan mungkin, keterpaksaan mungkin, ketakutan mungkin), tetapi kita banyak gagal untuk mencari tahu apa yang dibalik motif (kesalahan si korban mungkin, kesalahan kita mungkin, nafsu dari dalam hati, dsb). Sehingga ketika kita melihat kejahatan, maka kejahatanlah yang pertama menguasai diri kita. Ambil contoh ; Perang melawan terorisme. Ketika AS melaksanakan perang melawan terorisme, yang mereka ingat hanyalah 11 September 2001. Kemarahan memimpin hati mereka, mereka melabrak apa saja yang ada didepan mereka dengan slogan : “Dengan kami, atau lawan kami.” Tidak ada satupun yang sadar dengan kenyataan “apa yang sebenarnya menyebabkan orang-orang tersebut membenci kita dengan sangat?” Apa yang menyebabkan mereka begitu gila sampai mau menabrakan diri dengan pesawat? Tidak ada yang bertanya demikian, tetapi mereka membalas dosa, dengan lebih banyak dosa, sehingga lebih banyak darah yang tertumpah, lebih banyak penderitaan yang diciptakan.
Begitu juga dengan para fundamentalis Muslim. Ketika mereka mendengar Amerika, yang mereka ingat hanyalah penindasan sesama Muslim oleh orang Israel, yang diusir dari rumah-rumah mereka dan begitu banyak cerita mengerikan lagi dari Timur Tengah, sehingga mereka merasa harus membalas dosa ini, dan menyesalnya mereka membalas itu dengan dosa lain, yang nantinya akan menimbulkan lebih banyak dosa. Sekarang beralih kepenyebab lebih awal, yaitu Negara Israel. Ketika mereka melihat tanah Palestina, yang teringat dalam pikiran mereka adalah penyiksaan selama ribuan tahun dan mencapai puncaknya ketika Holocaust. Kata mereka mungkin: 6 juta dari kita sudah dibantai, dan jutaan lainnya berabad-abad sebelumnya, sehingga inilah tanah yang dijanjikan bagi kita, mari kita rebut dengan berbagai cara, apakah itu dengan membunuh, menghancurkan kedamaian, apapun biayanya kita harus rebut. Bayang-bayang dosa orang lain yang diperlakukan pada mereka, terngiangiang dan menjadi penyemangat mereka untuk memasuki rumah-rumah, menipu, menjarah, merusak, membunuh dan berperang. Dan mari ke masa penyebab lebih awal; Awal dari Holocaust yang menyebabkan semua kekacauan diatas. Para pemuda-pemuda Jerman, dibawah pimpinan pengikut Nihilist bernama Adolf Hitler, dipompa semangatnya oleh pidato sang pemimpin tentang kekurangajaran yang dilakukan oleh Negara-negara barat dan persekongkolan Yahudi untuk menghancurkan bangsa mereka melalui perjanjian Versailles. Mereka direndahkan, sehingga ini saatnya balas dendam. Dan ketika geng bernama Naziisme ini berkuasa, mereka membawa misi balas dendam yang penuh kebencian, hancurkan, taklukan Eropa yang sudah menyengsarakan kita, dan bunuh semua Yahudi yang engkau temui, mereka penyebab kekalahan kita. Ok. Mari kembali ke penyebab sebelumnya, ketika ditanda tanganinya perjanjian Versailles. Para Negara pemenang merancang sebuah draf perjanjian yang adalah kombinasi dari Kemarahan, Balas Dendam, Kesombongan, Kegeraman tiada duanya, dan perjanjian ini akan punya satu tujuan; Menghancurkan bangsa Jerman sampai mereka menjadi abu. Tetapi dalam sejarah, kita lihat, kekejaman perjanjian Versailles, akan menciptakan kekejaman yang begitu mengerikan, dan menciptakan kekejaman berikutnya, dan berikutnya, dan berikutnya, dan seterusnya.
Nah, kalau saya ingin merunut jauh lebih dalam, tentu saja akan membutuhkan sebuah buku lengkap sejarah dunia untuk melihatnya. Dan percayalah, lebih kedalam kita melihat, lebih kebawah kita mempelajari, sebenarnya SELURUH RANGKAIAN SEJARAH DUNIA ADALAH KEGAGALAN KITA DALAM MELIHAT NATURE DOSA YANG SEBENARNYA. Sejarah kita adalah catatan keberhasilan iblis dalam memutar otak kita, dan dengan begitu berhasil, lagi dan lagi, menipu diri kita, membiarkan dosa menguasai hati kita dan bukannya Roh Allah yang menguasai diri kita.
Tentu saja saya tidak bisa memaparkan semua efek domino dari dosa ini. Yang saya bisa lakukan adalah menunjukan cukup bukti bagaimana dosa itu adalah sebuah rangkaian perbuatan yang punya akibat yang begitu merusak. Yang saya bisa rangkaikan adalah Perang terhadap terorisme, yang diakibatkan oleh perang dunia 2, yang diakibatkan oleh perang dunia 1 (ini hanya gambaran besarnya, anda akan temukan begitu banyak contoh kehidupan sehari-hari seperti kecanduan narkoba yang disebabkan oleh kesombongan si anak, yang disebabkan oleh perkelahian orang tua, yang disebabkan oleh kesibukan terlalu tinggi, atau mungkin perselingkuhan, ddsb). Pada perang dunia 1, saya berhenti, karena kalau kita berusaha menceritakan semua, maka catatan ini tidak akan selesai. Tetapi mari kita skip semua itu, dan beralih ke awal dari segalanya, awal dari segala dosa yang nantinya akan berjangkit, berlipat ganda, dan memberikan efek menakutkan ini. Ke “Causa Prima” dari segala dosa, ke akar dari segalanya. Sumber dari semua itu, dan anda bisa menemukannya di Alkitab pada kitab Kejadian Pasal 3. Inilah awal dari kejatuhan kita sebagai manusia. Ketika leluhur kita melakukan dosa pertama. Dosa pertama bukanlah dosa ingin cari tahu, bukan dosa sexual, bukan dosa penipuan, tetapi keangkuhan. Ya, keangkuhan Adam dan Hawa, agar mereka bisa menjadi sama dengan Allah. Dosa inilah yang menyebabkan sang iblis (Lucifer) dilempar dari sorga ke dunia, karena keinginannya untuk sama dengan Allah. Melupakan kodrat bahwa kita sebenarnya hanya ciptaan. Dosa keangkuhan Adam lalu menuntun kepada lepas tanggung jawab, lepas tanggung jawab menuntun kepada lebih banyak dosa. Pembunuhan, keangkuhan lagi, kekacauan lagi, pembunuhan, penipuan, pencemaran, dan seterusnya, dan disinilah kita, di abad 21, hidup di dunia yang penuh bergelimpangan dosa. Lihat disekeliling anda sekarang, dan dosa menjadi bagian hidup yang tidak terpisahkan, bahkan menjadi kebiasaan. Seperti kata Ravi Zacharias, tidak cukup dengan peraturan, kita memerlukan polisi, tidak cukup dengan perjanjian, kita memerlukan kontrak, semua hal-hal yang menjadi kebiasaan kita ini ada karena ketakutan kita akan kemungkinan sesama kita untuk berbuat dosa.
Dosa sudah menjadi satu mata rantai yang membingungkan, sudah menjadi jejaring yang begitu rumit, sehingga kita ditarik kedalam jaringan ini untuk memulai jaringan kita yang baru. Meminjam kata-kata Jerome (bukan St. Jerome, tetapi teman saya Jeremiah Inkiriwang dosa awal leluhur kita sudah menjadi MLM yang begitu besar, dengan pucuknya adalah leluhur kita sendiri. Ketika kita dilahirkan didunia kita hidup di tempat dimana dosa sudah begitu mendarah daging. Sehingga demikianlah yang disaksikan Paulus dan Yohanes : Kita semua sudah berdosa!
Sekarang, bagaimana dengan Tuhan. Bukankah Dia maha Kuasa, maha baik, maha kasih, maha tahu. Tidak bisakah Dia mencegah semua ini? Ada yang salah dengan Dia yang Maha baik ini, jika melihat keadaan dunia yang sekarang. Hmmm, saat ini saya sedang berusaha menjawab dari sudut pandang Kristiani, sehingga ijinkan saya mengatakan ini, serendah hati mungkin; hanya dalam Kristenlah kita bisa temukan sebuah rangkaian jawaban secara memuaskan dari masalah ini. Kenyataan bahwa Yesus yang mengaku sebagai Tuhan, yang mengaku bisa mengampuni dosa manusia dan kenyataan bahwa Dia mati dan dibangkitkan kembali, Doktrin bahwa Dia adalah Tuhan yang menjadi manusia, bahwa kematianNya membawa keselamatan, bukanlah hanya sekedar pengetahuan isapan jempol belaka. Bukanlah sekedar karangan manusia-manusia abad pertama yang terganggu jiwanya. Tetapi adalah sebuah manifestasi kebenaran sekaligus manifestasi Kasih Allah yang begitu besar atas keadaan dunia yang menyedihkan ini. Mengingat penjangnya penjelasan ini, saya akan menyajikannya pada catatan berbeda, yang mudah-mudahan bisa saya posting dalam waktu dekat.
No comments:
Post a Comment