oleh Juan Mahaganti pada 21 Oktober 2010 jam 11:10
Manusia adalah makhluk yang aneh. Kita suka bermimpi tentang hal-hal indah seakan hidup tidak akan pernah berakhir. Kita memimpikan tentang pernikahan, kesuksesan, kebahagiaan yang belum pasti kita dapat tetapi sangat jarang yang memikirkan tentang kematian yang pasti. Orang bisa berkata, untuk apa memikirkan kematian sementara kita bisa menikmati hidup? Ini adalah pernyataan orang tanpa tujuan. Bagaimana kita bisa mencapai tujuan akhir jika selama perjalanan kita memutuskan untuk tidak pernah memikirkan tujuan akhir? Ada beberapa orang yang memutuskan untuk menjadi munafik berpikir seolah-olah mereka tidak akan pernah mati. Mereka berkata bahwa kita tidak akan pernah menikmati hidup jika memikirkan kematian. Ini seperti berkata bahwa kita tidak akan pernah menikmati sebuah permainan jika kita tidak pernah memikirkan nikmatnya ketika game ini ditamatkan. Kenyataanya, akhir dari segala-galanya menambah kenikmatan suatu proses. Memikirkan garis finish membuat kita berlari lebih kencang.
Saat ini, saya sedang memikirkan apa yang terjadi acara pemakaman saya. Banyak opsi. Dikubur, kremasi, kafani, dibuat mumi, jenglot, atau dingaben. Basi… Saya berpikir tentang cara baru. Cara mengabadikan tubuh saya yang fana ketika jiwa saya menunggu kekekalan. Ketika saya mati, saya ingin agar tubuh saya ditaruh kedalam besi atau tembaga panas yang sedang mencari. Biarkan tubuh saya menyatu dan terbakar menjadi abu bersama logam tersebut sehingga semua bagian tubuh menjadi campuran dari logam. Logam tersebut kemudian dibuat menjadi patung dada. Jika mungkin, patung dada wajah saya ini akan ditaruh di hall of fame, tetapi itu akan membutuhkan perjuangan panjang, sehingga saya tidak terpikir untuk mengakhiri hidup dalam jangka waktu dekat ini. Tetapi kalaupun tidak mungkin ditaruh di Hall of fame, rumah pribadi saya bukanlah pilihan buruk. Pemakaman juga, tidak apa-apa. Rumah pribadi juga tidak masalah, asalkan aman. Tetapi memang saya sadar, acara ini akan membutuhkan uang banyak sehingga saya harus bekerja lebih keras.
Pada acara pemakaman, saya tidak ingin ada satu orang pun yang tidak mengenal saya secara pribadi diijinkan mengambil podium. Saya tidak ingin keturunan saya, atau orang-orang yang saya cintai mendengar pepatah dari pejabat-pejabat oportunis yang tidak saya kenal secara dekat. Saya ingin mereka mendengar dari orang-orang yang memang mengenal saya secara pribadi. Mendengar dari orang-orang ini tentang pribadi saya apa adanya saya. Mendengar dari mereka tentang saya sebagai sesuatu yang spesial, bukan karena saya gila spesial, tetapi karena memang begitulah setiap manusia, tercipta spesial. Sehingga bagi saya adalah suatu penghinaan jika keturunan saya harus mendengar kata-kata seorang pejabat yang bahkan tidak tahu apakah saya ini betul-betul pernah hidup sebelumnya. Kata-kata yang mereka umbar sama dari satu pemakaman ke pemakaman lainnya. Bukannya membuat saya spesial, malah membuat saya sama seperti barang pajangan di etalase supermarket, tanpa personality, sama semua, hasil produksi masal, hambar. Merusak pribadi saya yang penuh warna menjadi objek suram dan tanpa kesan indah. Saya ingin orang yang berbicara adalah orang yang mengenal saya, punya hubungan dengan saya, hubungan yang sangat sangat khusus, karena saya percaya tidak pernah ada pola hubungan yang sama dimuka bumi ini. Setiap manusia berbeda, begitu pula hubungan antar dua manusia. Percintaan, persahabatan, hubungan kerja, semua indah karena mereka unik, dan sering dihancurkan oleh para pejabat yang diminta berdiri pada acara pemakaman. Saya tidak ingin itu terjadi di acara pemakaman saya.
“Jesu Joy of Man’s Desiring” oleh Johan Sebastian Bach akan menjadi requiem. Saya ingin lagu ini dimainkan ketika patung dada saya diletakan pada tempat yang selayaknya. Mengenai requiem, saya tidak tahu apakah keluarga saya akan mampu menyewa orchestra lengkap. Kalaupun boleh akan luar biasa. Tetapi music rekaman juga tidak apa-apa, asalkan itu lagu yang saya inginkan di atas. Tetapi yang utama dari semua ini adalah siapa yang akan hadir di acara kematian saya. Siapa yang bersedih? Ini membutuhkan kerja yang paling keras. Saya akan berusaha sekuat tenaga agar setiap orang yang saya temui memiliki kenangan indah ketika saya akhirnya tiada. Saya ingin mereka mengingat saya akan hal-hal baik, dan melupakan hal-hal buruk. Munafik jika saya berkata saya tidak ingin orang bersedih jika saya pergi menemui kematian. Saya ingin mereka bersedih. Saya ingin banyak orang bersedih, tetapi bukan kesedihan yang lama, tetapi kesedihan sementara. Kesedihan yang menguatkan iman dan menumbuhkan harapan. Kesedihan yang tumbuh dari kasih yang tulus. Tidak ada dekorasi yang lebih sempurna dari itu, untuk “memperindah” sebuah acara pemakaman. That’s all, dan saya siap menanti kebangkitan daging dan hidup yang kekal. Amin :)
PS. Saya tidak akan pernah tahu apakah ini akan terjadi atau tidak. saya sudah mati pada saat acara tersebut. Tiga hal yang membuat saya yakin itu akan terjadi, bahkan setelah saya tidak mampu mengetahui dan meyakini: Iman, Harapan, dan Kasih.
No comments:
Post a Comment