Tanggal 1 January saya menonton Today’s Dialogue di Metro TV dengan pembicara para caliber politik Indonesia. Tetapi kenyataan menarik dinyatakan bahwa ternyata dana APBN untuk program Pemberantasan Kemiskinan selama 3 tahun terakhir sudah meningkat tiga kali lipat. Dana sebesar Rp. 22 Triliun pada tahun 2006 membengkak menjadi Rp. 66.2 Triliun pada tahun 2008. Tetapi kenyataan dilapangan menunjukan bahwa Triliunan yang di hujani tersebut tidak memberikan dampak yang berarti. Bapak Amin Rais ketika ditanya akan hal ini menjawab bahwa pemberantasan kemiskinan berhubungan dengan system ekonomi yang kita anut. Katanya, system kapitalisme yang kita anut sekarang adalah tidak sesuai untuk memberdayakan rakyat Indonesia dan dia menganggap Ekonomi Kerakyatan lebih cocok dalam menciptakan kesejahteraan, pernyataannya diiringi tepuk tangan hadirin di studio, dan mungkin jutaan lain yang sedang menonton. Saya terkadang bingung apa sebenarnya itu ekonomi kerakyatan. System bagaimana itu? Dulu ketika mengambil mata kuliah Perekonomian Indonesia di Unklab, kami diajari tentang system aneh ini, tetapi konsepnya sama sekali abstrak. Pada satu sisi, sebenarnya ekonomi ini adalah kapitalisme, tetapi ditambah embel2 rakyat dan cerita-cerita enaknya seperti sosialisme. Tetapi secara garis besarnya, penggambarannya sangat abstrak, seperti cerita dongeng. Tolong kalu ada yang pakar jelaskan dang. Tetapi yang paling aneh, system ini tidak pernah mendatangkan kesejahteraan. Saya tantang setiap politikus, siapa saja! Berikan saya jawaban bagaimana ekonomi kerakyatan bisa mendatangkan kesejahteraan dan mana buktinya.
Pada akhir diskusi tersebut tidak ada satu pihak pun yang memberikan jawaban memuaskan tentang kenapa dana yang tiga kali lipat ini tidak bisa membawa hasil yang memuaskan. Seperti sebagian besar politisi lain, semua bocae, hanya pak Kalla yang kelihatan rasionalistis karena memang dia mengerti ekonomi. Mulai dari pak Amin, Sutiyoso dan Nurwahid semua bocae. Tetapi kenapa sebenarnya 40 Triliun tersebut bisa dikatakan goes for nothing. Kesalahan dari semua ini adalah kegagalan kita dalam melihat situasi dari sudut yang benar dan lebih luas. Kasus pemberantasan kemiskinan ini sama seperti yang dialami New York city sebagaimana diceritakan Milton Friedman dalam wawancara ini. Disitu diceritakan pada tahun 60-an seorang wartawan berkomentar bahwa New York City akan menjadi lebih baik kalau dana pemerintah ditingkatkan. Pada saat wawancara dilakukan, dana pembangunan NYC sudah menjadi tiga kali lipat, tetapi tidak terjadi perubahan,malah menjadi semakin buruk. Kesalahan yang paling fatal, adalah kegagalan kita melihat dari sudut yang lebih luas. Ketika dana pembangunan ditingkatkan, NYC jadi lebih kaya, tetapi uang untuk memperkaya tersebut datang dari rakyatnya, dan rakyat NY jadi lebih miskin.
Prinsip yang sama terjadi di Indonesia. Di Indonesia, kita punya tiga pihak, pihak pertama, rakyat kebanyakan, kelas menengah dan keatas, kelompok ke dua, rakyat kelas bawah, yang perlu dibantu, dan penengah antara keduanya, Pemerintah. Tahun 2006, pemerintah mengambil 22 triliun dari menengah dan atas, untuk membantu yang bawah. 3 tahun berikutnya, jumlah yang diambil bertambah tiga kali lipat. Jadi, sebenarnya bukan Cuma budget APBN yang meningkat, tetapi juga pada saat yang sama sebagian rakyat Indonesia menjadi lebih miskin untuk membantu yang miskin. Bagaimana pemerintah mengambil uang dari yang berpunya ini? Pertama lewat pajak, yang berikut lewat BUMN. Ya, itu bisa juga disebut pencurian, karena ada badan usaha yang sebenarnya bisa diberikan kepada swasta tetapi diambil kesempatanya oleh pemerintah. Kabar buruknya adalah, kedua tindakan ini bertentangan dengan prinsip kebebasan, yang harus dilaksanakan dengan pemaksaan. Dilindungi dengan hukum pemerintah ini mencuri tetapi bukan mencuri. Tetapi ketika saya dipaksa untuk membayar sesuatu yang memang sepantasnya sih tidak apa-apa. Tetapi ketika saya disuruh membayar untuk sesuatu yang tidak sesuai, itu adalah pencurian. Ok. Tarulah saya setuju dengan pemaksaan ini, uang ini lalu berpindah ke tangan pemerintah yang nantinya akan disalurkan ke yang membutuhkan, melalui berbagai macam subsidi (kesehatan, pendidikan, Bantuan Langsung Tunai, subsidi BBM dan gas, dsb).
Kemudian apa yang terjadi dengan uang ini ditangan pemerintah? Nah, disinilah letak kesalahan seriusnya. Adalah fakta bahwa seseorang akan menghabiskan uang orang lain tidak sehati-hati dalam menghabiskan uangnya sendiri. Ketika anda diberikan uang oleh orang lain untuk dihamburkan untuk kepentingan orang lain, tentu saja tidak sehati-hati anda menghabiskan uang anda sendiri. Inilah yang terjadi di pemerintah. Kenyataan yang tidak di bantahkan juga bahwa orang pemerintah sama individualistinya dengan kita. Mereka juga akan mementingkan kepentingan diri dan keluarga mereka. Kelas menengah dan atas menitipkan uang mereka kepada pemerintah untuk dihamburkan guna membantu yang miskin. Tetapi individualism dalam diri mereka itu akan selalu ada. Dan yang utama, mereka tidak akan menghabiskan uang orang tersebut, tidak sehati-hati mereka menghabiskan uang pribadi mereka. Dan dengan sifat dasar manusai kita, maka setiap usaha untuk menghamburkan kearah yang tidak sepantasnya akan selalu ada. Pada saat yang sama, uang begitu besar terpusat pada pemerintah dan uang tersebut tidak dibelanjakan dengan efisien tetapi hanya menciptakan pemerintah dengan kekuasaan, badan dan aparat yang lebih banyak dan tidak terkontrol. Jadi laju uang tersebut mandek sebagian besar di pemerintah untuk dibelanjakan secara tidak efisien, karena memang, anda akan lebih efisien membelanjakan uang anda sendiri dari pada uang orang lain.
Berikutnya, uang yang begitu besar ini kebanyakanlah bukan untuk membantu orang miskin tetapi memperkaya dan menyenangkan orang pemerintah. Sehingga pemerintah menjadi badan yang sangat besar, bahkan terlalu besar dan dijalankan secara tidak effisien.Ketika anda tinggal dikota besar, memang dampaknya tidak terlalu terasa, tetapi jika anda tinggal didaerah-daerah, Siau contohnya, maka dampak pemerintah sebagai badan yang terlalu besar itu akan sangat terasa. Ketika saya tiba di Siau, betapa senangnya saya ketika melihat jejeran mobil pribadi karena dalam hati saya, saya simpulkan bahwa ekonomi siau berkembang, dilihat dari kepemilikan mobil pribadi ini. Tetapi ketika saya lihat lebih jelas, ternyata diantara 10 mobil pribadi yang lalu lalang, 8 diantaranya ber-plat merah. Bahwa uang yang besar sebenarnya ada ditangan pemerintah dan bukan rakyat. Tetapi system ini mandek, karena pengeluaran pemerintah kebanyakan bukanlah untuk kepentingan investasi tetapi penghabisan anggaran. Memang beberapa pengeluaran ini bisa menciptakan lapangan kerja, tetapi kekuatan penyerapan tidaklah sebesar kemampuan sector swasta jika dibiarkan bebas berusaha. Tetapi, pemerintah seakan-akan tidak mau keadaan berubah, sehingga untuk mengatasi keresahan rakyat, pemerintah sendirilah yang membuka lapangan kerja, dengan cara penerimaan PNS. Tidak peduli walaupun penggunaan SDM tidak efisien lagi, pemerintah akan tetap berusaha membuka penerimaan PNS karena itu satu-satunya cara meredakan keresahan pengangguran. Akhirnya pemerintah bertumbuh menjadi suatu raksasa yang terlalu gemuk, tidak efisien dan dipenuhi korupsi karena memang uang yang mereka pegang terlalu besar. Maka lihatlah didaerah-daerah, bagaimana kepala-kepala daerah berubah menjadi elit yang paling berkuasa, mereka adalah raja-raja baru.
Ketika pemerintah mengambil uang dari rakyat, mereka bukanlah membantu yang layak dibantu tetapi menciptakan pemerintah yang lebih besar. Rakyat kelas menengah keatas menjadi miskin, yang miskin tidak dibantu tetapi pemerintah menjadi organisasi paling kaya raya. Hasilnya; jangan heran melihat betapa membludaknya lamaran CPNS, jangan heran melihat betapa banyak pengusaha meninggalkan usahanya untuk menjadi Bupati, Walikota dan Gubernur. Jangan heran melihat para anak pengusaha yang tidak mau lagi melanjutkan usaha orang tuanya tetapi ingin menjadi caleg. Semua ini terjadi karena uang lebih banyak yang datang ketika anda menjadi bagian dari pemerintah. Disitulah sentralisasi uang beredar dan yang utama matinya modal yang sebenarnya bisa di investasikan. Jadi, berapa kali lipatpun uang yang di alokasikan pemerintah untuk penanggulangan kemiskinan, tidak akan bisa menghilangkan kemiskinan tetapi hanya akan menciptakan pemerintah yang lebih besar.
No comments:
Post a Comment