Saturday, October 20, 2012

Kreatifitas dan Kemerdekaan

  Artikel menarik di Kompas beberapa hari lalu tentang kemajuan Korea Selatan dalam “membina” industri kreatifnya sehingga menjadi maju dan memberi dampak positif bagi industri lainnya sehingga memberi pengaruh positif bagi perekonomian Korea Selatan secara keseluruhan. Dan pada artikel yang sama, dijelaskan tentang bagaimana Indonesia bisa menjadi maju industri kreatifnya dan Menteri kita yang membidangi industri kreatif bertandang ke Korea Selatan untuk belajar dari mereka. Tetapi dari semua fakta dan penulusuran empat halaman tersebut, ada hal yang kurang. Satu hal yang sangat pentingnya sehingga bagi saya, tidak ada kreatifitas yang bisa berkembang tanpa hal tersebut; Kemerdekaan. Kemerdekaan yang saya maksudkan disini bukanlah kemerdekaan yang dirayakan setiap tanggal 17 Agustus. Itu interpretasi kemerdekaan yang terlalu sempit, saya berbicara tentang kemerdekaan sebenarnya, kemerdekaan pribadi untuk mencapai apa yang membahagiakan baginya tanpa ada gangguan dari orang lain.

Kemerdekaan adalah kunci utama kreatifitas. Jika kita lihat orang yang selalu didikte, dia tidak memerlukan kreatifitas karena apa yang dia lakukan hanyalah didasarkan atas apa yang diperintah oleh yang mendikte. Orang yang merdeka di sisi lain, adalah keharusan untuk mendapatkan kreatifitas. Tetapi sebenarnya kreatifitas adalah sifat alami manusia. Tanpa ada perintah, kita makhluk yang secara asasi adalah kreatif. Dan masing-masing kreatif pada bidang yang dia sukai. Kreatifitas seni, kreatifitas kerja, kreatifitas belanja, kreatifitas bercerita, dll. Tetapi kenapa ada sekelompok manusia yang lebih kreatif dari pada yang lain. Kelompok manusia yang dikekang dalam bertindak pasti tidak kreatif, berbeda dengan kelompok yang merdeka. Contoh nyata: kenapa Industri kreatif begitu maju di Korea Selatan tetapi tidak di Korea Utara?

Demikianlah bangsa kita yang tidak merdeka dalam bertindak, menjadi bangsa yang tidak kreatif. Kompas mengambil contoh Gangnam Style dari Korea Selatan yang membawa dampak domino bagi kemajuan industri kreatif negara tersebut. Coba andaikan jika klip Gangnam Style tersebut diciptakan oleh orang Indonesia, bagaimana kira-kira reaksi sebagian kalangan “garis keras” di Indonesia? Kita lihat dulu apa yang terjadi pada Inul Daratista, dan Iwan Falls dengan lagu “Manusia Setengah Dewa”-nya. Atau, bagaimana dengan berbagai peraturan sensor yang melarang para sineas untuk melakukan ini dan itu, dan bahkan UU Perfilman mengharuskan seorang sineas harus melapor ke pemerintah sebelum membuat film, apa itu kira-kira dapat menciptakan kreatifitas?

Jika kita telusuri, adalah fakta bahwa kelompok yang memberikan kreatifitas berkreasi dan berekspresi sebesar-besarnya adalah kelompok yang paling kreatif. Hal ini juga saya alami sebagai guru. Ketika siswa saya biasakan dengan sistem dikte, maka terjadilah stagnansi, tetapi jika saya merdekakan mereka tetapi tetap terarah pada satu tujuan, maka ide itu muncul dengan sendirinya. Sehingga saran saya bagi Ibu Menteri, jika beliau menginginkan industri kreatif kita maju, merdekakanlah seniman. Lindungi mereka dari intimidasi siapa saja, bahkan intimidasi sensor dari pemerintah, dan Ibu Menteri pun tidak perlu ke Korea Selatan.

No comments: