“Setiap
bangsa memiliki pemerintah yang pantas untuk mereka miliki” –Joseph De Maistre-
"Allah tidak akan mengubah keadaan suatu bangsa sebelum mereka mengubah dirinya sendiri." - Al Quran
Ketika para
pendiri negara Amerika Serikat berkumpul untuk mendirikan Negara baru mereka,
mereka harus memilih jenis pemerintahan apa yang harus mereka bangun. Mereka
memutuskan untuk menjadikannya sebagai demokrasi republik, dimana kekuasaan ada
pada rakyat dan bukan seseorang dan sekelompok orang. Ini adalah pencapaian
besar dalam kebudayaan umat manusia, karena selama ribuan tahun kita menganggap
bahwa pemerintahan oleh satu atau sekelompok orang adalah lebih baik dari pada
pemerintahan oleh rakyat. Ketika mereka akhirnya bubar, salah seorang dari
mereka dicegat oleh seorang wanita tua yang sedang menunggu hasil konvensi
tersebut. Orang tersebut adalah Benjamin Franklin, yang wajahnya dapat anda
lihat di lembaran uang US$ 100. Wanita tersebut bertanya; “Tuan Franklin,
pemerintahan jenis apa yang kalian berikan bagi kami?” Jawab Franklin, “Sebuah
Republik Nyonya, jika kalian bisa mempertahankannya.”
Apa maksud
pernyataan Franklin ini? Franklin ingin menegaskan bahwa republik yang
demokratis hanya bisa ada jika rakyatnya mampu memepertahankannya. Demokrasi
ini hanya bisa bertahan jika rakyatnya mau memilih perwakilan dan pemimpin
pemerintahannya, dan yang utama, memilih karena mereka tahu dan mendidik diri
mereka sendiri tentang apa yang terbaik bagi masyarakatnya, aktif dalam
politik, mengetahui apa alasan berdemokrasi dan kenapa kebebasan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat itu penting bagi berlangsungnya masyarakat
yang beradab, berkeadilan, dan berkembang. Jika rakyat tidak mampu
melakukannya, maka rakyat tersebut, sebagaimana kata filsuf Perancis De
Maistre, akan mendapatkan pemerintah yang mereka pantas dapatkan.
Sekarang,
mari kita lihat kekacauan yang melanda bangsa kita ini. Lembaga yang menjadi
dasar demokrasi kita - Parpol dan DPR –
dan lembaga yang menjadi dasar penegakan keadilan –Kepolisian dan Kehakiman,
adalah diantara lembaga yang paling korup. Hal ini bukan saja menghancurkan
sendi-sendi demokrasi tetapi menjadi pembuka jalan pada lebih banyak dosa
seperti ketidakadilan, pelanggaran hak, dan kemiskinan yang meraja lela. Dan
dalam hal ini kita mulai mencari-cari kambing hitam, siapa yang paling
dipersalahkan. Beberapa menyalahkan sistem ekonomi kapitalisme, yang lain
menyalahkan bangsa asing. Ada yang menyalahkan sistem demokrasi itu sendiri
yang melahirkan para pejabat busuk, bahkan ada yang dalam kondisi ekstrim mulai
berpikir bahwa Dewan Perwakilan Rakyat dibubarkan saja dan kita kembali menjadi
tirani. Bahkan yang lebih ekstrim, kita menerima bahwa sudah takdir kita
menjadi bangsa korup, dan korupsi adalah (bayangkan) BUDAYA yang sudah ada di
DNA setiap orang Indonesia.
Tentu saja,
jika kita lihat kembali pernyataan Franklin dan Maistre, maka yang paling bisa
benar yang harus kita persalahkan adalah rakyat kita sendiri. Meminjam
kata-kata komedian George Carlin, para politisi dilahirkan dari bangsa itu
sendiri, dibesarkan oleh orang tua sebangsanya, dididik oleh sistem pendidikan
bangsa itu sendiri, dan dipilih oleh rakyat bangsa itu sendiri, demokrasi
bekerja seperti komputer; GIGO, Gold in, Gold out (emas anda berikan, emas anda
dapatkan), Garbage in, Garbage out (anda berikan sampah, hasilnya sampah). Sehingga
mungkin saja bukan pemerintahnya yang memang korup, mungkin yang paling korup
dari semuanya adalah rakyat yang memilihnya.
Jika anda
memilih seorang bupati atau anggota DPR karena uang sebesar Rp. 100,000 atau 1
juta dan paket sembako, maka serendah itu lah kualitas pemimpin anda. Jika anda
adalah orang yang tidak mau tahu, egois, dan tanpa pandangan jangka panjang,
maka anda akan memilih pemimpin yang tidak mau tahu, egois dan tanpa program
jangka panjang. Jika anda adalah pemilih yang tidak peduli siapa yang akan anda
pilih sebagai pemimpin asalakan calon memberi anda sedikit uang, sebongkah
janji kosong dan sepaket sembako, maka anda akan mendapatkan pemilih yang tidak
peduli apakah anda menjadi melarat asalkan dia sudah menyumpal akal sehat anda
dengan sebongkah janji kosong dan iming-iming murahan. Jika anda memilih hanya
karena pesan singkat yang beredar tanpa anda menyelidiki lebih lanjut
kebenarannya, maka anda akan mendapatkan pemimpin penipu yang dengan mudah
membohongi anda dengan senyuman dan kepedulian palsu. Jika anda merasa bahwa
uang adalah segalanya, maka anda akan mendapatkan pemimpin yang akan merasa
uang adalah segalanya.
Jadi,
mungkin saja bukan wakil rakyat yang korup, mungkin saja rakyatnya yang lebih
korup. Sehingga jika suatu saat anda melihat kemiskinan dimana-mana dan pada
saat yang sama pemimpin anda diberitakan dicurigai menggelapkan uang, jangan
langsung angkat suara dan memaki. Carilah sebuah cermin dan lihat, mungkin saja
bayangan di cermin itu adalah yang paling layak dipersalahkan karena telah
memilih secara asal-asalan, asalkan ada kebagian serangan fajar. Ingat, memilih
pemerintah adalah seperti memilih teman, atau pacar, atau sekolah, anda
mendapatkan apa yang anda layak dapatkan.
Pesan saya,
memilihlah dengan bijak. Setiap uang yang diberi politikus, ambil itu, tetapi
jangan memilih karena uang. Karena ketika anda memilih karena uang, berarti
anda adalah koruptor secara tidak langsung. Ingat, pemerintah adalah wakil
Tuhan di dunia, dan jika pemerintah yang anda pilih itu jahat, anda bukan saja
mengorbankan anak cucu anda, anda juga akan mempertanggungjawabkannya di depan
Tuhan.
No comments:
Post a Comment